Karakteristik Bahasa Anak Usia SD/MI : Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak

On Jumat, April 18, 2014


Sahabat Abdima,
Pada artikel mengenai Pelajaran Bahasa Indonesia ini akan kami share tentang karakteristik bahasa anak usia SD/MI sebagaimana profesi saya yakni sebagai Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI). Karakteristik yang kami maksud terdiri atas pemerolehan bahasa anak dan perkembangan bahasa anak.

Materi ini menurut kami sangatlah penting karena akan memberikan wawasan kepada kita semua tentang bagaimana sesungguhnya cara anak-anak belajar bahasa dan sejak kapan anak-anak mulai belajar bahasa. Pemahaman yang baik mengenai hal tersebut, tentu akan memudahkan kita semua untuk menciptakan suasana pembelajaran Bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi, kebiasaan, dan strategi belajar anak yang memungkinkannya menguasai bahasa dengan baik dan benar.

Mari kita mulai belajar bersama mengenai karakteristik bahasa anak usia SD/MI,


- Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak

Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993:20)adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit,dan informal. Lyons (1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut.

Selanjutnya, Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Kelancaran bahasa anak dapat diketahui dari perkembangan apa?

Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu.

Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.

Demikian mengenai Pemerolehan Bahasa Anak selanjutnya silahkan baca Pandangan Teori Pemerolehan Bahasa, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Pasca Sertifikasi Guru dan Penerimaan Tunjangan Profesi

On Senin, April 14, 2014

Tunjangan Profesi
Sertifikasi guru adalah cerita paling menarik di lingkungan lembaga pendidikan sekarang ini. Mulai dari pengurusan berkas untuk dapat masuk dalam long-list, lamanya menunggu panggilan untuk mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA) dan Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan Guru (PLPG), menunggu Nomor Registrasi Guru (NRG) yang tidak kunjung jadi, hingga pencairan tunjangan yang tidak tepat waktu, semuanya adalah cerita hangat yang selalu menarik.

Sebegitu menariknya, para pendidik bahkan lebih antusias mendiskusikan pencairan tunjangan sertifikasi ketimbang problem pendidikan itu sendiri, semisal menangani anak ‘bermasalah’, merumuskan dan membuat perangkat pembelajaran yang aplikatif, maupun mempersiapkan diri untuk menyongsong diberlakukannya Kurikulum 2013 pada tahun 2014 ini.

Tapi cobalah mari tengok hasil penelitian Bank Dunia tentang seritifikasi guru ini. Apakah antusiasme guru dalam mendiskusikan tunjangan sertifikasi ini berbanding lurus dengan hasil pembelajaran di kelas? Apakah dana besar yang dikeluarkan negara untuk para pendidik ini sesuai dengan tingkat mutu pendidikan? Apakah setelah mereka disertifikasi, mutu pendidikan di negeri ini secara otomatis meningkat?

Dalam penelitian bertajuk ”Spending More or Spending Better : Improving Education Financing in Indonesia” yang dirilis pada Maret 2013 terungkap, tidak ada perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan dari kebijakan sertifikasi pendidik ini. 

Hasil belajar belum sepadan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Bila melihat nilai Matematika dan Bahasa Indonesia, tidak ada perbedaan mendasar antara nilai dari murid yang gurunya bersertifikat dan tidak. Baik yang diajar guru lulus sertifikasi maupun belum, hasilnya sama. 

Dampak sertifikasi guru, masih menurut hasil penelitian yang melibatkan 30 ribu guru dan 90 ribu siswa ini baru berhasil memperbaiki kesejahteraan guru dan minat generasi muda menjadi guru. Selebihnya, belum terlihat.

Sebagai gambaran, tahun 2013 yang lalu dana yang dikeluarkan pemerintah untuk membayar tunjangan profesi guru mencapai lebih dari 62 triliun. Sebanyak 60 triliun disalurkan melalui anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan 2.4 triliun melalui Kementerian Agama. Lalu untuk apa negara harus mengeluarkan anggaran besar jika tidak ada hasilnya? Ini pertanyaan menyakitkan tapi penting untuk dikedepankan.

Banyak yang beranggapan bahwa ketiadaan peningkatan mutu pendidikan ini semata-mata karena kesalahan guru. Argumennya sederhana, sudah diberi tunjangan besar tetapi tidak berusaha meningkatkan kompetensi diri. Ekstrimnya, guru diberikan tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji tersebut lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang jauh dari kebutuhan peningkatan mutu profesi mereka. Seperti, setelah tunjangan profesi dibayarkan, disinyalir di bank-bank yang menerima pembayaran haji ditemukan sejumlah guru melakukan pembayaran Ongkos Naik Haji (ONH).

Ditengarai juga, beberapa guru di rumahnya ada sepeda motor baru. Memperhatikan fenomena tersebut, yang paling rasional dan mungkin untuk dilakukan adalah mendorong guru untuk menjalankan kewajibannya secara lebih optimal. Para pendidik ini harus terus-menerus diingatkan agar uang (negara) yang sudah diperolehnya harus digunakan untuk meningkatkan kinerja yang efisien demi kemajuan pendidikan.

Biarkan para guru tetap menikmati haknya untuk mendapatkan tunjangan profesi, janganlah negara memotong atau menghentikan hak tersebut. Negara (pemerintah:Kemenag) cukup melakukan kontrol dan pengawasan yang ketat melalui program-programnya. Dengan mengontrol aktivitas para pendidik ini, sudah pasti mutu pendidikan juga akan dapat ditingkatkan dan terwujudnya guru professional hanya persoalan waktu.

Pasca penerimaan tunjangan profesi, para guru harus terus menerus didorong untuk meningkatkan kompetensinya. Dan itu bisa dimulai dengan mendorong para pengawas untuk memantau sekaligus mendampinginya. Pengawas, sebagai ujung tombak pendidikan di lapangan harus mampu memberikan bimbingan teknis, dalam meningkatkan kemampuan guru untuk melakukan tugasnya, mulai dari membuat perencanaan pembelajaran, mempersiapkan materi pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dengan teknik, metode dan pendekatan yang sesuai dengan konten pembelajaran dan kondisi peserta didik, penguasaan evaluasi pembelajaran yang memenuhi kriteria penilaian yang baik secara profesional.

Para pengawas harus didorong untuk dapat menerjemahkan kebijakan yang dirumuskan Kementerian Agama (Baca: Ditjen Pendikan Islam), khususnya program-program yang dapat meningkatkan mutu guru. Ini tentu tugas berat karena meningkatkan kemampuan pengawas dengan kualifikasi di atas juga bukan persoalan mudah. Namun gagasan semacam ini akan terasa ringan manakala Pemangku Kepentingan/pejabat yang ada di Kabupaten/Kota dan Provinsi dapat memberikan treatment kepada para pengawas dengan basis pengetahuan dan komitmen yang memadai.

Kemampuan pemangku kepenting-an/pejabat di Kabupaten/Kota dan Provinsi melakukan instruksi kepada para pengawas juga sangat bergantung pada program yang dirumuskan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Direktorat Pendidikan Madrasah dan Direktorat Pendidikan Agama Islam) di tingkat pusat. Tanpa gerak bersama, keberhasilan mungkin hanya muncul di beberapa tempat saja, tergantung basis pengetahuan dan komitmen para pemangku kepentingan/pejabat di daerah masing-masing.

Menyerahkan mutu pendidikan semata-mata hanya kepada para guru, sama saja membiarkan mutu pendidikan terus berlangsung seperti sekarang. Tidak pernahkah kita bermimpi mutu pendidikan akan meningkat pada suatu hari nanti.

Demikian artikel mengenai Pasca Sertifikasi Guru dan Penerimaan Tunjangan Profesi, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Jangan Golput Karena Menjadi Golput itu Sia-Sia

On Selasa, April 08, 2014

Jangan Golput
Majelis-majelis agama menyerukan kepada masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih agar menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab disertai sikap penuh optimisme dan tidak bersikap “golput”, demi kelangsungan pembangunan bangsa yang menempatkan agama sebagai landasan etik, moral dan spiritual.

Seruan tersebut disampaikan pada forum silaturahmi tokoh-tokoh agama dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), PGI (Persekutuan Gereja Indonesia), PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Walubi (Perwalian Buddha Indonesia) dan Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) di Jakarta, Rabu (2/4/2014) dihadiri Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Sekjen Kemenag Bahrul Hayat.

Majelis Agama juga menyerukan kepada semua partai politik agar sungguh-sungguh berlaku jujur dan adil dengan menempatkan kerukunan dan persatuan bangsa sebagai landasan utama pelaksanaan pemilu serta menghindari terjadinya pertentangan di masyarakat.

Seruan yang dibaca oleh Suhadi Sanjaya (Walubi) meminta penyelenggara pemilu agar melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memegang teguh sikap amanah, adil, jujur dan bertanggungjawab, dengan berpedoman pada ketentuan hukum dan peraturan perundangan-undangan sehingga dapat dihindari kemungkinan berkurangnya nilai obyektivitas hasil pemilu 2014.

Selain itu menyerukan kepada para calon legislatif dan calon pimpinan bangsa dalam meraih dukungan harus menghindarkan diri dari perilaku buruk seperti menggunakan isu-isu primodial, mengadu domba, menggunakan politik uang dan black campaign dengan mengedepankan etika dan moral serta semangat persatuan dan solidaritas kebangsaan.

Dalam kesempatan ini, Wamenag Nasaruddin Umar mengatakan, seruan yang disampaikan majelis-majelis agama merupakan inisiatif dari tokoh-tokoh agama.

“Keterlibatan tokoh-tokoh agama dalam pemilu memberikan suasana batin yang kuat. Seruan ini perlu diapresiasi,” ujarnya.

Syaifullah Maksum, yang mewakili MUI berharap pemilu keempat di era reformasi menjadi pemilu yang betul-betul demokrasi. “Jangan sampai terjadi seperti singkatan NPWP yang diplesetkan : nomor piro wani piro,” ucapnya.

Himbauan untuk menggunakan hak pilih juga diserukan oleh sejumlah pimpinan partai politik seperti Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung, dan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Emron Pangkapi, seusai acara doa bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di Jagakarsa, Jakarta. 

Mereka meminta agar seluruh elemen masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan legislatif (pileg) yang akan berlangsung besok pagi Rabu (9/4/2014). Mereka juga mengatakan, suara yang diberikan masyarakat akan sangat menentukan kualitas pemimpin ke depan.

"Mari kita berikan pendidikan politik yang baik bahwa golput itu sia-sia," ujar Suhardi.

Sementara itu, Emron berharap agar angka golput dalam pemilu kali ini bisa ditekan. Kekhawatiran tingginya angka golput, kata Emron, terlihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah yang hanya sekitar 30 persen. Emron mengingatkan masyarakat untuk tidak bersikap apatis dalam memilih calon pemimpinnya. 

"Ruginya kalau kita golput, yang baik-baik dan punya gagasan yang bagus nanti tidak terpilih sehingga tak bisa menjadi pemimpin bangsa. Kalau golput, bisa terjadi sebaliknya," kata Emron. 

Pada kesempatan yang sama, Akbar Tandjung mengatakan, antusiasme masyarakat dalam mengikuti kampanye partai politik pada pemilu tahun ini terlihat menurun dibandingkan Pemilu 2009. Partisipasi tinggi masyarakat, kata dia, sangat penting dalam menjaga legitimasi pemerintahan ke depan. Pemerintahan selanjutnya harus mendapat legitimasi kuat dari masyarakat agar roda pemerintahan bisa berjalan dengan baik. 

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengungkapkan, PBNU sudah sejak lama menyerukan agar masyarakat tidak golput. Said menilai, kepentingan menyukseskan perhelatan pemilu adalah agenda bersama dalam mengembangkan demokrasi di negeri ini. Ia berpendapat tingginya angka potensi golput terjadi karena faktor frustrasi terhadap calon-calon anggota dewan yang ada. 

"NU tidak mengeluarkan ini halal atau haram. Tapi, NU berharap semua masyarakat mengambil peran dalam pesta lima tahunan ini," kata Said lagi.

Demikian info mengenai Jangan Golput Karena Menjadi Golput itu Sia-Sia, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Demi Masa Depan Bangsa, Ayo Memilih, Jangan Golput

On Selasa, April 08, 2014

Jangan Golput
Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif tinggal satu hari lagi, tepatnya besok pagi yaitu tanggal 9 April 2014. Semua persiapan sudah dilakukan jauh-jauh hari, baik dilakukan oleh KPU, Panwaslu, KPUD, PPK, PPS dan mungkin pada hari ini para Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pun sudah mulai menata Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Berbagai macam cara telah dilakukan untuk kesuksesan Pemilu 2014 termasuk kirab kampanye dan sosialiasi kepada masyarakat, baik di media massa, melalui baliho, sticker dan lain sebagainya.

Maka dari itu, masyarakat harus cerdas dan mau menggunakan hak pilihnya sesuai kemurnian hatinya masing-masing. “Ayo Memilih untuk Indonesia Raya 2014.” Itulah yang harus dilakukan masyarakat pada umumnya dan khusunya Para Abdi Madrasah. Karena suara rakyat dalam Pemilu sangat menentukan nasib bangsa Indonesia, dan tentunya juga kemajuan dan kesejahteraan kita semua.

Diberbagai titik diseluruh Indonesia tidak terkecuali di pelosok desa KPU telah memasang spanduk, baliho dan poster berisi ajakan untuk memilih pada 9 April 2014. Ajakan kepada masyarakat itu menunjukkan pentingnya partisipasi rakyat Indonesia dalam menentukan pemimpinnya di 2014 ini. Dengan kata lain, tersirat bahwa Pemilu 2014 ini harus bersih dari politik uang dan jenis kecurangan lainnya yang membeli hak kita untuk memilih sesuai pilihan hati nurani kita.

Seperti di sampaikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdul Wahab Abdul Gofur, bahwa Pesta demokrasi pemilihan wakil rakyat yang berlangsung lima tahun sekali, harus disukseskan oleh seluruh masyarakat. Pak Wahab juga menambahkan pemilihan umum yang dilaksanakan pada 9 April wajib diikuti oleh seluruh umat muslim. Karena dalam pemilihan tersebut akan memilih pemimpin yang akan menjadi perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota, provinsi, pusat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Maskot Ayo Memilih untuk Indonesia ini merupakan representasi pesta demokrasi yang tidak boleh dilewatkan oleh siapa saja, karena menentukan Indonesia ke depannya akan seperti apa. Mulai saat ini, rakyat Indonesia yang baik harus memiliki pemikiran yang jernih dan berorientasi pada masa depan Indonesia, sehingga pada saat Pemilu 2014 ini benar-benar pilihan hati rakyat untuk meneruskan pemerintahan Indonesia.

Jangan sampai pada 9 April 2014 atau pada pemilu tahun ini, masyarakat melakukan golput dan tidak menggunakan hak pilihnya. Karena pada dasarnya, bangsa yang baik adalah bangsa yang menggunakan hak pilihnya dengan baik, bebas politik uang untuk mewujudkan Indonesia bersih dan bermartabat.

Ayo Memilih, Jangan Golput.

Demikian sekilas mengenai Demi Masa Depan Bangsa, Ayo Memilih, Jangan Golput, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Uang Makan PNS Tahun 2015 Naik Sekitar 40 Persen

On Senin, April 07, 2014

Uang Makan

Satu hal yang menggembirakan terutama bagi PNS instansi Pusat bahwa tarif uang makan PNS dan uang makan lembur mengalami kenaikan. Kenaikan terakhir terjadi pada tahun anggaran 2012 atau dua tahun yang lalu.

Tertanggal 17 Maret 2014 Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.02/2014 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2015 sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga tahun Anggaran 2015.

Uang makan PNS gol I dan II naik sebesar Rp 10.000 menjadi Rp 35.000, Golongan III juga naik dengan besaran sama menjadi Rp 37.000. PNS golongan IV menikmati kenaikan paling besar yakni Rp 12.000 menjadi Rp 40.000 per hari. Kenaikan ini akan berlaku mulai bulan Januari 2015 dan uang makan PNS dihitung hitung berdasarkan jumlah hari kerja.

Tabel Kenaikan Uang Makan PNS

No Golongan TA 2015 TA 2012 Kenaikan Persentase
1 I dan II 35.000 25.000 10.000 40 %
2 III 37.000 27.000 10.000 37 %
3 IV 41.000 29.000 12.000 41 %
Kenaikan dengan besaran yang sama juga dikenakan pada uang makan lembur, sedangkan uang lembur tarifnya tetap sama seperti tahun sebelumnya. Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan kerja lembur berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang.

Uang makan lembur diperuntukkan bagi semua golongan dan diberikan setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan 1 (satu) kali per hari.

Tabel Kenaikan Uang Makan Lembur

No Golongan TA 2015 TA 2012 Kenaikan Persentase
1 I dan II 35.000 25.000 10.000 40 %
2 III 37.000 27.000 10.000 37 %
3 IV 41.000 29.000 12.000 41 %
Jadi uang makan hanya diberikan untuk PNS sedangkan uang lembur dapat diberikan untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara (PNS dan PPPK).

Agar dapat memahami lebih rinci mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.02/2014 silahkan unduh disini

Demikian info mengenai Uang Makan PNS Tahun 2015 Naik Sekitar 40 Persen, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Kronologis Sejarah Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara

On Jumat, Maret 28, 2014

Materi, Struktur, Konsep, dan Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan

Sahabat Abdima,

Pada kesempatan posting kali ini kita akan mempelajari Kronologis Sejarah Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara, langsung saja yuk !!!
Masa Penjajahan Jepang
Perang Dunia II antara kelompok Sekutu melawan kelompok Amerika Serikat (Sentral) semakin berkecamuk. Pada tanggal 1 Maret 1945 tentara Jepang (Dai Nippon Teikoku) mendarat di Pulau Jawa dan memaksa Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menyerah tanpa syarat kepada Panglima Bala Tentara Jepang, Jenderal Imamura di Kalijati (Subang-Jawa Barat) pada 9 Maret 1945. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Hindia Belanda di Nusantara, dan mulailah penjajahan Jepang di tanah air kita tercinta.

Sementara itu Perang Dunia masih terus berkecamuk. Pada tahun 1943 tentara Jepang mulai terdesak di semua medan pertempuran. Dalam keadaan yang demikian, Pemerintah Jepang memberikan janji kepada bangsa Indonesia, bahwa bangsa Indonesia akan diberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya, apabila perang dunia II berakhir dengan kemenangan pada pihak Jepang. Janji tersebut diucapkan oleh Perdana menteri Jepang Jenderal Kaiso pada 7 September 1944 di depan sidang Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Jepang (Toikuhu Gikai).

Janji tersebut tertunya bermaksud agar Bangsa Indonesia simpati kepada Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu. Pada 1 Maret 1945, bertepatan dengan tiga tahun dimulainya ”Pembangunan Jawa Baru” (pendaratan Tentara Jepang di Jawa) Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa akan segera dibentuk Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada 29 April 1945, oleh Seikoo Sikikan dibentuklah Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang beranggotakan 63 orang, yang terdiri dari Ketua /Kaicoo( Dr. KRT, Radjiman Wedyodiningrat, Ketua Muda /Fuku Kaicoo Ichbangase (orang Jepang), dan seorang ketua muda dari bangsa Indonesia RP Soeroso (Effendi, 1995: 9). BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 (bertepatan kelahiran Kaisar Jepang Tenno Haika) oleh Letnan Jenderal Kumakici, Panglima Tentara Keenam Belas Jepang di Jawa.

Tugas pokok BPUPKI adalah menyelenggarakan pemeriksaan dasar tentang hal-hal penting, rancangan-rancangan dan penyelidikan yang berhubungan dengan usaha mendirikan negara Indonesia yang baru (Pasha, 2003:8).
Sidang BPUPKI I (29 Mei – 1 Juni 1945)
Sehari setelah dilantik, Badan penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia / Dokuritsu Zyunbi Tyosakai segera mengadakan sidang, yang dikenal dengan Sidang BPPKI pertama. Sidang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Dalam sidang ini secara berturut-turut tampil beberapa tokoh, yang menyampaikan usulan yang berupa gagasan dasar Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh tersebut adalah :
1). Muhammad Yamin
Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945 menyampaikan usul dasar Indonesia merdeka adalah :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan
III. Peri Ketuhanan
IV. Peri Kerakyatan (A.Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan)
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial) ( Kaelan, 2002: 38).

2). Tokoh-tokoh Islam
Sidang hari kedua, 30 Mei 1945 tampil tokoh-tokoh Islam, yaitu K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.A. Kahar Muzakir. Mereka mengusulkan agar dasar negara yang disepakati nanti adalah dasar Islam, mengingat bahwa sebagian terbesar rakyat Indonesia beragama Islam. Tetapi Bung Hatta yang berpidato pada hari itu juga tidak menyetujui dasar Islam ini. Bung Hatta mengusulkan agar dibentuk Negara Persatuan Nasional, yang memisahkan urusan negara dengan urusan agama (Effendi, 1995: 14).

3). Soepomo
Giliran kedua yang mendapat kesempatan untuk berpidato adalah Soepomo, pada tanggal 30 Mei 1945. Menurut Effendi (1995:14) dalam pidatonya Supomo menguraikan panjang lebar tentang teori kenegaraan secara yuridis, politis dan sosiologis, serta syarat-syarat berdirinya negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan dan hubungan antara negara dan agama. Supomo setuju dengan pendapat Bung Hatta agar urusan agama dipisahkan dengan urusan negara. Ia juga tidak menyetujui dasar Islam, karena menurutnya tidak sesuai dengan cita-cita negara persatuan yang telah diidam-idamkan. Supomo juga mengusulkan, negara yang akan dibentuk merupakan negara yang akan menjadi anggota dari lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Sedangkan di lingkungan ini, menurut Supomo anggota-anggota yang lain seperti Negeri Nippon, Tiongkok, Manchukuo, Filipina, Thai, Birma bukan negara Islam. Supomo mengusulkan dasar negara yang mirip dengan usulan Yamin. Ia mengusulkan dasar negara, sebagai berikut:
I. Persatuan (persatuan hidup)
II. Kekeluargaan
III. Keseimbangan lahir batin
IV. Musyawarah
V. Semangat Gotong royong (Keadilan sosial) (Effendi, 1995:14)

4). Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, giliran Soekarno berpidato di depan sidang BPUPKI. Pada awal pidatonya, ia mengemukan, “ Setelah tiga hari berturu-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapatkan kehormatan untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Tuan Ketua yang Mulia. Apakah permintaan Tuan Ketua yang Mulia? Tuan Ketua yang Mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka Dasar inillah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini” (Ana,I.D.,Singgih Hawibowo, dan Agus Wahyudi (ed), 2006: 92).

Dalam pidato tersebut Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip. Lima prinsip tersebut oleh teman beliau yang ahli bahasa (tidak disebutkan namanya) di beri nama Pancasila. Lima prinsip yang diajukan oleh Soekarno adalah :
I. Nasionalisme ( Kebangsaan Indonesia)
II. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
III. Mufakat (Demokrasi)
IV. Kesejahteraan Sosial
V. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

Soekarno juga mengusulkan, tiga asas dasar Indonesia merdeka yang diberi nama Tri Sila, yang merupakan perasan dari Pancasila yang terdiri dari tiga sila, yaitu :
I. Socio- Nasionalisme
II. Socio-democratie
III. Ketuhanan

Dalam pidatonya Bung Karno juga mengatakan,” Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan Gotong-royong” atau Ekasila.

Selesai sidang, BPUPKI membentuk Panitia Kecil atau Panitia Sembilan untuk merumuskan kembali secara bersama-sama hasil sidang BPUPKI I berdasarkan sumbangan-sumbangan pemikiran para pembicara. Sembilan tokoh yang dibentuk oleh BPUPKI yang merupakan Panitia Sembilan, menurut Pasha, (2003: 21-22) secara representatif telah mewakili golongan kebangsaan dan golongan Islam. Empat tokoh yang mewakili golongan kebangsaan adalah Bung Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Soebardjo dan A.A. Maramis. Empat tokoh dari golongan Islam adalah H. Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso (yang keduanya merupakan tokoh politisi Muslim), K.H. Abdul Kahar Muzakir (tokoh Muhammadiyah), dan K.H. Wachid Hasjim (tokoh N.U.). Kedelapan tokoh tersebut diketuai oleh Bung Karno.

Pada tangga 22 Juni 1945 setelah bekerja keras, Panitia Sembilan berhasil merumuskan sebuah naskah yang oleh Mohammad Yamin diberi nama ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter” yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, yaitu :
I. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
II. Kemanusiaan yang adil dan beradab
III. Persatuan Indonesia
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
V. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Soepomo menyatakan bahwa Piagam Jakarta benar-benar merupakan “Perjanjian moral yang sangat luhur”. Sedangkan menurut Soekiman Wirjosandjojo menyebutnya sebagai “Gentlement Agreement” (Pasha, 2003 23).

Notonagoro (1983: 168) mengomentari Piagam Jakarta sebagai berikut,
Pancasila yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai ’suatu perjanjian moral yang sangat luhur”.

Pancasila dalam hari kedua ini disetujui oleh Panitia Kecil Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapat besar Badan tersebut pada tanggal 10 Juli 1945. Dalam pidatonya, Ketua Panitia Kecil itu, ialah P.Y.M.

Presiden Negara kita sekarang menyatakan bahwa ”Sebenarnya adalah kesukaran antara golongan yang dinamakan Islam dan golongan yang dinamakan kebangsaan, mula-mula ada kesukaran mencari kecocokan paham antara kedua golongan ini, terutama yang mengenai soal agama dan negara, ...” 
Sidang BPUPKI II ( 10 – 17 Juli 1945)
Menurut Kaelan (2002: 40) pada hari pertama sebelum sidang BPUPKI dimulai, oleh ketua diumumkan adanya penambahan 6 anggota baru BPUPKI, yaitu : (1) Abdul Fatah, (2) Hasan, (3) Asikin Natanagara, (4) Soerjo Hamidjojo, (5) Besar, dan (6) Abdul Gaffar. Dengan penambahan enam anggota baru tersebut, maka anggota BPUPKI seluruhnya berjumlah 69 orang.

Bung Karno sebagai Ketua Panitia Kecil, pada hari pertama Sidang BPUPKI 10 Juli 1945, melaporkan berbagai usul. Usul tersebut telah dirumuskan dalam Rancangan Preambul Hukum Dasar (Piagam Jakarta) dan ditandatangani oleh sembilan orang anggota Panitia Kecil.

Sampai dengan hari kedua (11 Juli 1945) Ketua Sidang BPUPKI masih memberikan kesempatan para anggota untuk memberikan masukan dan usul-usul yang berhubungan dengan hukum dan UUD. Pada saat itu terdapat 35 orang yang berbicara, menyampaikan usul dan masukan. Pada pukul 16.40 Ketua Sidang membentuk tiga buah Panitia Khusus, yaitu :
  • Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Bung Karno, beranggotakan 19 orang.
  • Panitia Pembelaan Tanah Air, beranggotakan 23 orang, diketuai oleh Abikusno Tjokro Sujoso.
  • Panitia Soal Keuangan dan Ekonomi, beranggotakan 23 orang, diketuai oleh Bung Hatta.
Petang hari itu juga Panitia Perancang Undang-Undang Dasar mengadakan sidang. Setelah membahas beberapa masalah yang akan dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar, rapat mengambil dua keputusan penting, yaitu :
  1. Menyetujui Rancangan Preambul yang sudah ditandatangani pada 22 Juni 1945, yaitu Piagam Jakarta.
  2. Membentuk Panitia Kecil Perancang UUD, yang berkewajiban merumuskan rancangan isi batang tubuh UUD. Panitia Kecil ini diketuai oleh Mr. Soepomo, yang beranggotakan tujuh orang, yaitu : (1) A.A. Maramis; (2) KRT Wongsonegoro; (3) H. Agus Salim; (4) R. Pandji Singgih; (5) dr. Sukiman; dan (6) Ahmad Soebardjo.
Berdasarkan dua keputusan tersebut, berarti Panitia Perancang Undang-Undang Dasar telah menyetujui Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD yang akan dipergunakan nanti (Effendi, 1995: 21).

Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI bersidang lagi. Pada sidang ini Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melaporkan hasil kerjanya, berupa rancangan Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari tiga bahan, yaitu:
  1. Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka atau Declaration of Independence.
  2. Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang isinya hampir sama dengan alinea keempat Piagam Jakarta yang memuat dasar negara, sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta.
  3. Rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari 42 pasal.
Pada sidang tanggal 15 dan 16 Juli 1945, membahas tentang Rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar, yang disususun oleh Panitia Kecil. Setelah adanya beberapa perubahan, pada tanggal 16 Juli 1945 sidang BPUPKI dapat menerima Ranangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Dalam sidangnya pada tanggal 17 Juli 1945, BPUPKI dapat menerima hasil kerja Panitia Pembelaan Tanah Air dan juga menerima hasil kerja Panitia soal Keuangan dan Ekonomi.
Sidang PPKI 18 Agustus 1945
Sebelum sidang, anggota PPKI atas kehendak dan tanggung jawab Ketua (Bung Karno) ditambah enam orang anggota, yaitu (1) Wiranata Kusmah; (2) Ki Hadjar Dewantara; (3) Kasman Singodimedjo; (4) Sajuti Melik; (5) Iwa Kusuma Soemantri; (6) Ahmad Soebardjo.

Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI akan mengadakan sidang yang rencananya dimulai pada pukul 09.30. Tetapi Bung Hatta meminta kepada Bung Karno sebagai Ketua PPKI agar sidang diundur. Alasannya, Bung Hatta akan mengadakan pendekatan (lobby) dengan kelompok Islam, karena sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Bung Hatta telah kedatangan opsir Jepang yang mengaku utusan dari Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang menguasai daerah Indonesia Timur.

Kedatangan opsir tersebut didampingi oleh Sigetada Nisyijima (pembantu Laksamana Maeda), yang memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katholik di daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang sangat keberatan terhadap bagian kalimat yang ada dalam Piagam Jakarta, yakni sila pertama yang berbunyi:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Apabila kalimat yang mereka anggap memberatkan tersebut tidak dirubah, maka mereka akan berdiri di luar Negara Republik Indonesia, (Effendi, 1995: 31).

Selanjutnya, Bung Hatta sebelum sidang dimulai mengajak beberapa tokoh umat Islam yang duduk dalam anggota PPKI, yaitu Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H.A. Wahid Hasjim, Mr, Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Moh. Hasan untuk mengadakan rapat pendahuluan (lobbying). Bung Hatta meminta kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo agar berkenan merelakan ”tujuh kata” (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) di belakang Ketuhanan dihapus dan diganti dengan ”Yang Maha Esa”.

Dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari 15 menit mereka memperoleh kesepakatan, demi menjaga persatuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa dan negara, dilakukan perubahan dari ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Setelah adanya kesepakatan dengan tokoh-tokoh Islam, Bung Hatta segera melapor kepada ketua BPUPKI masalah hasil kesepakatan tersebut. Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 berjalan secara lancar dan menghasilkan beberapa keputusan, yaitu :
1) Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Secara aklamasi sidang menunjuk Bung Karno sebagai Presiden, dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden.
2) Mengesahkan Undang-undang Dasar 1945 dengan beberapa revisi:
  • Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 1945 setelah diadakan perubahan, yaitu rumusan sila pertama, ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa
  • Rancangan Hukum Dasar, yang merupakan hasil perumusan Panitia Perancang Hukum Dasar (Ketua Soepomo) disahkan menjadi UUD 1945 dengan beberapa perubahan, yaitu pasal 6 ayat (1) dan pasal 29 ayat (1), secara lengkap dapat dilihat pada kronologis sejarah perumusan pasal-pasal UUD 1945.
Demikian sekilas tentang Kronologis Sejarah Perumusan Pancasila Dasar Filsafat Negara, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah