Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Akidah-Akhlak Madrasah Ibtidaiyah

On Jumat, April 25, 2014


Sahabat Abdima,
Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap al-asma’ al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara substansial mata pelajaran Akidah-Akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan al-akhlak al-karimah dan adab Islami dalam kehidupan sehari-hari sebagai manifestasi dari keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta Qada dan Qadar.

Al-akhlak al-karimah ini sangat penting untuk dipraktikkan dan dibiasakan sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif era globalisasi dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.

Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat :
  1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
  2. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. 
Ruang lingkup mata pelajaran Akidah-Akhlak

Mata pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah berisi pelajaran yang dapat mengarahkan kepada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun iman dengan sederhana serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak Islami secara sederhana pula, untuk dapat dijadikan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya.

Ruang lingkup mata pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :

- Aspek Akidah (Keimanan), meliputi :
  1. Kalimat tayyibah sebagai materi pembiasaan, meliputi: Lw ilwha illallwh, basmalah, alpamdulillwh, subpwnallwh, Allwhu Akbar, ta’awwuz, mwsyw Allah, assalwmu‘alaikum, salawat, tarji’, lw paula walw quwwata illw billah, dan istigfwr.
  2. Al-Asmw’ al-ousnw sebagai materi pembiasaan, meliputi: al-Apad, al-Khwliq, ar-Rapmwn, ar-Raprm, as-Samr‘, ar-Razzwq, al-Mugnr, al-Hamrd, asy-Syakyr, al-Quddys, as-aamad, al-Muhaimin, al-‘Azrm, al-Karrm, al-Kabrr, al-Mwlik, al-Bwhin, al-Walr, al-Mujrb, al-Wahhwb, al-‘Alrm, az-jwhir, ar-Rasyrd, al-Hwdr, as-Salwm, al-Mu’min, al-Lahrf, al-Bwqr, al-Basrr, al-Mupyi, al-Mumrt, al-Qawr, al-Hakrm, al-Jabbwr, al-Musawwir, al-Qadrr, al-Gafyr, al-‘Afuww, as-aabyr, dan al-Halrm.
  3. Iman kepada Allah dengan pembuktian sederhana melalui kalimat hayyibah, al-Asmw’ al-ousnw dan pengenalan terhadap salat lima waktu sebagai manifestasi iman kepada Allah.
  4. Meyakini rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan Hari akhir serta Qada dan Qadar Allah)
- Aspek Akhlak, meliputi :
  1. Pembiasaan akhlak karimah (mahmudah) secara berurutan disajikan pada tiap semester dan jenjang kelas, yaitu: disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fatanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal.
  2. Mengindari akhlak tercela (mazmumah) secara berurutan disajikan pada tiap semester dan jenjang kelas, yaitu: hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad.
- Aspek adab Islami, meliputi :
  1. Adab terhadap diri sendiri, yaitu: adab mandi, tidur, buang air besar/kecil, berbicara, meludah, berpakaian, makan, minum, bersin, belajar, dan bermain.
  2. Adab terhadap Allah, yaitu: adab di masjid, mengaji, dan beribadah.
  3. Adab kepada sesama, yaitu: kepada orang tua, saudara, guru, dan teman
- Aspek kisah teladan, meliputi :
  • Kisah Nabi Ibrahim a.s. mencari Tuhan, Nabi Sulaiman a.s. dengan tentara semut, masa kecil Nabi Muhammad saw., masa remaja Nabi Muhammad saw., Nabi Ismail a.s., Kan’an, Tsa’labah, Masyitah, Abu Lahab, dan Qarun.
  • Materi kisah-kisah teladan ini disajikan sebagai penguat terhadap isi materi, yaitu akidah dan akhlak sehingga tidak ditampilkan dalam Standar Kompetensi, tetapi ditampilkan dalam Kompetensi Dasar dan indikator

Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih Madrasah Ibtidaiyah

On Kamis, April 24, 2014


Sahabat Abdima,
Mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.

Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT., dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.

Mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat :
  • Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
  • Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT., dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya. 
Ruang lingkup mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :
  1. Fikih ibadah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun Islam yang benar dan baik, seperti: tata cara taharah, salat, puasa, zakat, dan ibadah haji.
  2. Fikih muamalah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.

Mekanisme Pemutakhiran Data Emis Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014

On Kamis, April 24, 2014

Emis pendis
Dalam upaya meningkatkan kualitas data Pendidikan Islam, sesungguhnya memang perlu untuk melakukan proses validasi dan verifikasi terhadap kelengkapan dan keakuratan seluruh variable data Pendidikan Islam yang dikumpulkan. Data tersebut harus memenuhi kriteria lengkap, akurat dan tepat waktu, sehingga dapat digunakan untuk mendukung proses pengambilan kebijakan dan perencanaan program Pendidikan Islam secara efektif, efisien dan tepat sasaran.

EMIS sebagai salah satu entitas penting dalam pengelolaan data baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki peran signifikan dalam pengambilan kebijakan, seperti BOS, BSM, dan digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan program pendidikan Islam, dan penyusunan laporan rencana aksi Inpres Prioritas Nasional Tahun 2014.

Pemutakhiran Data Emis Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 saat ini sudah mulai dilaksanakan oleh Operator Madrasah. Hal tersebut berdasarkan Surat Dirjen Pendis Kementerian Agama RI Nomor Dj.I/Set.I/1/HM.01/739/2014 Perihal pemutakhiran data EMIS Semester Genap Tahun 2013/2014.

Adapun Mekanisme Pemutakhiran Data Emis Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 adalah sebagai berikut :
  1. Pemutakhiran Data EMIS dilakukan dengan mengisi/menginput data menggunakan format Excel yang telah disediakan Emis Pendis.
  2. Operator madrasah melakukan input data yang terdiri atas 3 file yakni : Lembaga, Personal dan Siswa sesuai dengan petunjuk yang ada.
  3. Data yang telah diinput tersebut setelah selesai selanjutnya dikirimkan ke Admin Kemenag kabupaten/kota untuk kemudian diteruskan ke Admin Kanwil dan ke Emis Pusat.
  4. Bagi rekan-rekan operator madrasah jangan lupa file yang telah dinput tersebut disimpan di komputer madrasah sebagai arsip dan jangan sampai hilang agar setiap saat siap apabila dibutuhkan. 
Untuk lebih jelasnya mengenai Mekanisme Pemutakhiran Data Emis Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 silahkan dilihat video dibawah ini :



Demikian info mengenai Mekanisme Pemutakhiran Data Emis Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadis Madrasah Ibtidaiyah

On Rabu, April 23, 2014

Modul Guru Qur'an Hadits

Sahabat Abdima,
Mata pelajaran Al-Qur'an Hadis di Madrasah Ibtidaiyah adalah salah satu mata pelajaran PAI yang menekankan pada kemampuan membaca dan menulis Al-Qur’an dan hadis dengan benar, serta hafalan terhadap surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek tersebut dan hadis-hadis tentang akhlak terpuji untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.

Hal ini sejalan dengan misi pendidikan dasar adalah untuk :
  1. Pengembangan potensi dan kapasitas belajar peserta didik, yang menyangkut : rasa ingin tahu, percaya diri, keterampilan berkomunikasi dan kesadaran diri;
  2. Pengembangan kemampuan baca-tulis-hitung dan bernalar, keterampilan hidup, dasar-dasar keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  3. Fondasi bagi pendidikan berikutnya.
Di samping itu, juga mempertimbangkan perkembangan psikologis anak, bahwa tahap perkembangan intelektual anak usia 6–11 tahun adalah operasional konkret (Piaget).

Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar juga merupakan masa social imitation (usia 6 – 9 tahun) atau masa mencontoh, sehingga diperlukan figur yang dapat memberi contoh dan teladan yang baik dari orang-orang sekitarnya (keluarga, guru, dan teman-teman sepermainan), usia 9 – 12 tahun sebagai masa second star of individualisation atau masa individualisasi, dan usia 12–15 tahun merupakan masa social adjustment atau penyesuaian diri secara sosial.


Secara substansial mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mencintai kitab sucinya, mempelajari dan mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an-Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus menjadi pegangan dan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk :
  • Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan, dan menggemari membaca Al-Qur’an dan Hadis;
  • Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an-Hadis melalui keteladanan dan pembiasaan;
  • Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman pada isi kandungan ayat Al-Qur'an dan Hadis.
Ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :
  1. Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
  2. Hafalan surah-surah pendek dalam Al-Qur’an dan pemahaman sederhana tentang arti dan makna kandungannya, serta pengamalannya melalui keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan, kkeutamaaan membaca Al-Qur’an, kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, keutamaan member, menyayangi anak yatim, salat berjamaah, ciri-ciri orang munafik, dan amal salih.

Karakteristik Bahasa Anak Usia SD/MI : Pandangan Teori Pemerolehan Bahasa Anak

On Senin, April 21, 2014


Sahabat Abdima,
Dari beberapa pengertian yang telah kami tulis pada artikel sebelumnya (baca: Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak), dapatlah dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa adalah suatu proses secara sadar yang dilakukan oleh anak (pembelajar) untuk menguasai bahasa yang dipelajarinya. Penguasaan bahasa tersebut biasanya dilakukan melalui pengajaran yang formal dan dilakukan secara intensif.

Selanjutnya, yang dimaksudkan dengan pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa anak yang dilakukan secara alami yang diperoleh dari lingkungannya dan bukan karena sengaja mempelajarinya dengan verbal. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa itu.

1). Teori Pemerolehan Bahasa Behavioristik
Paling tidak ada tiga pandangan yang berkaitan dengan teori pemerolehan bahasa. Ketiga pandangan itu ialah teori behavioristik, teori mentalistik, dan teori kognitiftik. Untuk lebih jelasnya ketiga teori tersebut dapat diuraikan satu per satu berikut ini. 

Menurut pandangan kaum behavioristik atau kaum empirik atau kaum antimentalistik, bahwa anak sejak lahir tidak membawa strutur linguistik. Artinya, anak lahir tidak ada struktur linguistik yang dibawanya. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa.

Brown dalam Pateda (1990:43) menyatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatan, lingkungannyalah yang akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisikan oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajar yang akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang akan belajar mengendarai sepeda.

Menurut Skinner (Suhartono, 2005:73) tingkah laku bahasa dapat dilakukan dengan cara penguatan. Penguatan itu terjadi melalui dua proses yaitu stimulus dan respon.

Dengan demikian, yang paling penting di sini adalah adanya kegiatan mengulang-ulang stimulus dalam bentuk respon. Oleh karena itu, teori stimulus dan respon ini juga dinamakan teori behaviorisme.

Dikaitkan dengan akuisisi bahasa, teori behavioris mendasarkan pada proses akuisisi melalui perubahan tingkah laku yang teramati. Gagasan behavioristik terutama didasarkan pada teori belajar yang pusat perhatian tertuju pada peranan lingkungan, baik verbal maupun nonverbal. Teori belajar behavioris ini menjelaskan bahwa perubahan tingkah laku dilakukan dengan menggunakan model stimulus (S) dan respon (R) Dengan demikian, akuisisi bahasa dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. Setiap ujaran dan bagian ujaran yang dihasilkan anak adalah reaksi atau respon terhadap stimulus yang ada.

Apabila berkata, “Bu, saya minta makan”, sebenarnya sebelum ada ujaran ini anak telah ada stimulus berupa perut terasa kosong dan lapar. Keinginan makan, antara lain dapat dipenuhi dengan makan nasi atau bubur. Bagi seorang anak yang beraksi terhadap stimulus yang akan datang, ia mencoba menghasilkan sebagian ujaran berupa bunyi yang kemudian memperoleh pengakuan dari orang yang di lingkungan anak itu.

Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa yang berdaya guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus. Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, hal itu menjadi kebiasaan. Misalnya seorang anak mengucapkan , "ma ma ma",dan tidak ada anggota keluarga yang menolak kehadiran kata itu, maka tuturan "ma ma ma", akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu akan diulangi lagi ketika anak tadi melihat sesosok tubuh manusia yang akan disebut ibu yang akan dipanggil "ma ma ma". Hal yang sama akan berlaku untuk setiap kata-kata lain yang didengar anak.

Teori akuisisi bahasa berdasarkan konsep behavioris menjelaskan bahwa anak-anak mengakuisisi bahasa melalui hubungan dengan lingkungan, dalam hal ini dengan cara meniru. Dalam hubungan dengan peniruan ini Pateda (1990:45) menyatakan bahwa faktor yang penting dalam peniruan adalah frekuensi berulangnya satu kata dan urutan kata. ujaran-ujaran itu akan mendapat pengukuhan, sehingga anak akan lebih berani menghasilkan kata dan urutan kata. Seandainya kata dan urutan kata itu salah, maka lingkungan tidak akan memberikan pengukuhan. dengan cara ini, lingkungan akan mendorong anak menghasilkan tuturan yang gramatikal dan tidak memberi pengukuhan terhadap tuturan yang tidak gramatikal. 

2). Teori Pemerolehan Bahasa Mentalistik 
Menurut pandangan kaum mentalis atau rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasa bukan karena hasil proses belajar, tetapi karena sejak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa yang akan berkembang sesuai dengan proses kematangan intelektualnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Chomsky (1959) bahwa anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi. Potensi bahasa ini akan turut menentukan struktur bahasa yang akan digunakan. Pandangan ini yang akan kelask disebut hipotesis rasionalis atau hipotesis ide-ide bawaan yang akan dipertentangkan dengan hipotesis empiris yang berpendapat bahwa bahasa diperoleh melalui proses belajar atau pengalaman.

Seperti telah dikatakan di atas bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi bahasa maka potensi bahasa ini akan berkembang apabila saatnya tiba. Pandangan ini biasanya disebut pandangan nativis (Brown, 1980:20). Kaum mentalis beranggapan bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki apa yang disebut LAD (Language Acquisition Device). Kelengkapan bahas ini berisi sejumlah hipotesis bawaan.

Hipotesis bawaan menurut para ahli berpendapat bahasa adalah satu pola tingkah laku spesifik dan bentuk tertentu dari persepsi kecakapan mengategorikan dan mekanisme hubungan bahasa, secara biologis telah ditemukan (Comsky, 1959).

Mc Neill (Brown, 1980:22) menyatakan bahwa LAD itu terdiri atas : 
  • Kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
  • Kecakapan mengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akan berkembang kemudian;
  • Pengetahuan tenteng sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin, dan kecapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik, Dengan demikian, dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin diluar data linguistik yang ditemukan. 
Pandangan kaum mentalis yang perlu diperhatikan adalah penemuan mereka tentang sistem bekerjanya bahasa anak. Chomsky dan kawan-kawan berpendapat bahwa perkembangan bahasa anak bukanlah perubahan rangkaian proses yang berlangsung sedikit semi sedikit pada struktur bahasa yang tidak benar, dan juga standia lanjut. Akan tetapi standia yang bersistem yang berbentuk kelengkapan-kelengkapan bawaan ditambah dengan pengalaman anak ketika ia melaksanakan sosialisasi diri. Kelengkapan bawaan ini kemudian diperluas, dikembangkan, dan bahkan diubah.

Dalam hubungan anak membawa sejumlah kapasitas dan potensi, kaum mentalis memberikan alasan-alasan sebagai berikut:. Semua manusia belajar bahasa tertentu; semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia; semua bahasa manusia bebeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai ciri pembeda yang umum, ciri-ciri pembeda ini yang terdapat pada semua bahasa merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut. Argumen ini mengarahkan kita kepada pengambilan kesimpulan bahwa potensi bawaan bukan saja potensi untuk dapat mempelajari bahasa, tetapi hal itu merupakan potensi genetik yang akan menentukan struktur bahasa yang akan dipelajarinya.

3). Teori Akuisisi Bahasa Kognitif 
Dalam psikolingustik, teori kognitif ini yang memandang bahasa lebih mendalam lagi. Para penganut teori ini, berpendapat bahwa kaidah generatif yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat abstrak, formal, dan eksplisit serta sangat logis. Meskipun demikian, mereka mengemukakan secara spesifik dan terbatas pada bentuk-bentuk bahasa. Mereka belum membahas hal-hal menyangkut dalam lapisan bahasa, yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh dalam struktur jiwa manusia. Para ahli bahasa mulai melihat bahwa bahasa adalah manifestasi dari perkembangan umum yang merupakan aspek kognitif dan aspek afektif yang menyatakan tentang dunia diri manusia itu sendiri.

Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil kerja yang nonbehavioris. Proses-proses mental dibayangkan sebagai yang secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diobservasi. Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman maupun produksi serta komprehensi, bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Jadi, stimulus merupakan masukan bagi anak yang kemudian berproses dalam otak. Pada otak ini terjadi mekanisme internal yang diatur oleh pengatur kognitif yang kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.


Teori kognitif telah membawa satu persoalan dalam pemberian organisasi kognitif bahasa anak. Persoalan itu, yakni belum ada model yang terperinci yang memeriksa organisasi kognitif bahasa anak itu. Untunglah Slobin telah menformulasikan sejumla prinsip operasi yang telah menarik perhatian para ahli, Clark dan Clark (Hamied,1987:22-23) telah menyusun kembali dan memformulasikan prinsip operasi Slobin tersebut.


Prinsip koherensi semantik ada tiga aspek yaitu mencari modifikasi sistematik dalam bentuk kata; mencari penanda gramatis yang dengan jelas menunjukkan perbedaan yang mendasari dan menghindari kekecualian.


Prinsip Struktur lahir meliputi : memperhatikan ujung kata; memperhatikan urutan kata, awalan, dan akhiran; dan menghindari penyelaan atau pengaturan kembali satu-satuan linguistik.


Tiga Prinsip koherensi semantik behubungan dengan peletakan gagasan terhadap bahas, sedangkan tiga prinsip struktur lahir berkenaan dengan masalah segmentasi yaitu bagaimana membagi alur ujaran yang terus-menerus menjadi satuan-satuan linguistik yang terpisah dan bermakna.


Penganut teori kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari organisasi linguistik yang digunakan oleh anak untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya. Semua ini adalah hasil pekerjaan mental yang meskipun tidak dapat diamati, jelas mempunyai dasar fisik. Proses mental secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diamati, dan karena berbeda dengan pandangan behavior (Pateda, 1990).


Demikian mengenai Pandangan Teori Pemerolehan Bahasa Anak, jangan lupa untuk membaca artikel sebelumnya mengenai Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Perlu Adanya Perbaikan Pada Pondasi Pengembangan EMIS PENDIS

On Senin, April 21, 2014

Emis Pendis
Secara umum di berbagai belahan dunia, proses pengambilan keputusan berbasis data mengalami proses perbaikan dalam 30-40 tahun belakangan. Evolusi manajerial data dan informasi berkembang sangat pesat dewasa ini, mulai dari proses pengumpulan, penyediaan, pengolahan hingga ke penyajian yang mudah dicerna serta bermutu tinggi.

Sistem Informasi Manajemen atau lebih dikenal dengan SIM yakni berupa, informasi yang dikelola secara sistemik di dalam suatu organisasi ihwalnya berguna dalam manajemen pengambilan keputusan. Dalam teori Decision Support Systems (Sistem yang Menunjang Pengambilan Keputusan) di masa lampau, telah mengambil peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan nilai tambah sebuah informasi atau hanya kumpulan data.

Namun saat ini teori tersebut semakin berkembang menjadi pendekatan Intellegence Systems yang merupakan sistem yang bekerja sendiri dan akan memberikan alternatif-alternatif dalam proses pengambilan kebijakan/keputusan. Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pendidikan atau EMIS yang dikelola oleh sebuah sub bagian tersendiri di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam diharapkan mengalami perbaikan dalam hal perbaikan infrastruktur, platform software, sumber daya manusia, tata kelola organisasi dan sistem operasional kerja.

Seperti kami kutip dari kemeneg.go.id, Sekjen Kementerian Agama RI ( Bahrul Hayat PhD ) harapkan ada revitalisasi infrastruktur, platform software, sumber daya manusia, tata kelola organisasi dan sistem operasional kerja EMIS (Education Management Information Systems) Ditjen Pendidikan Islam dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut dimaksudkan guna memperbaiki basis data dan sistem informasi EMIS dari waktu ke waktu guna menunjang pengumpulan, penyediaan, pengolahan dan penyajian data pendidikan Islam yang bermutu tinggi.

"EMIS sebagai sub pengelola data pendidikan Islam sudah seharusnya memperbaiki lima hal yang menjadi fondasi pengembangan sistem informasi manajemen yakni berupa infrastruktur, platform software, SDM, organisasi dan SOP," ujar Sekjen Kementerian Agama RI Bahrul Hayat PhD didampingi oleh Sekretaris Ditjen Pendis Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA dalam acara Workshop Pengembangan Data dan Informasi Pendidikan Islam di yang berlangsung di Cikarang.

Bahrul menjelaskan saat ini sedang dikembangkan data elektronik (e-Data) guna menunjang perencanaan secara elektronik (e-Planning) di lingkungan Kementerian Agama. "Semua satker akan diminta memasukkan perencanaan program dan kegiatan secara elektronik ke depannya, sama halnya dengan e-MPA yang telah dikembangkan." Menurut Pak Sekjen Kemenag ini juga nanti akan ada e-Audit (proses audit secara elektronik). "Tidak bisa sebuah satker memasukkan sebuah e-Planning jika belum memasukkan e-Data. Dan dalam beberapa tahun lagi, Itjen melakukan audit berdasarkan kepada e-Data, e-Planning, e-MPA dan e-Audit sebelum turun langsung ke satker tujuan," terang Bahrul.

Betapa pentingnya data untuk ditekuni dan didalami di setiap satuan kerja, baik pusat maupun daerah. Dengan memperkuat basis data EMIS, EMIS di Ditjen Pendis resmi menjadi bagian yang diurus secara terus menerus ke depannya. "Dengan dukungan struktur sistem informasi dalam nomenklatur Kemenag dan sistem hak dan kewajiban akan mengalir data yang dibutuhkan dari daerah ke pusat," paparnya.

Nantinya, sebagai contoh setiap lembaga pendidikan Islam yang akan menerima bantuan sosial, diwajibkan memenuhi berbagai persyaratan pemenuhan data yang terstruktur dan sistematis guna memberikan rasa adil dan terbuka kepada stakeholder Ditjen Pendidikan Islam.

"Saya berharap kita dapat berbuat banyak dalam manajemen berbasis IT pendidikan Islam. Teknologi terbarukan bisa kita serap dan terapkan dengan ahli-ahli IT di Kemenag dan cukupnya ketersediaan anggaran pendataan pendidikan Islam diharapkan akan mampu mempertanggungjawabkan ruh pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di Kementerian Agama karena 87% dana dari 50 triliun ada di Ditjen Pendis," jelasnya.

Revitalisasi komprehensif EMIS, seluruh tugas pendidikan yang dilayani oleh Ditjen Pendidikan Islam harus melakukan revitalisasi, mulai dari tingkat pusat (Direktorat Pendidikan Madrasah) hingga ke satker terkecil (madrasah). Semua data pendidikan Islam wajib berbasis EMIS. Sehingga EMIS akan menjadi unsur organisasi yang bisa mengikat kepatuhan sistemik dari penyelenggaraan pendidikan Islam di Kementerian Agama RI.

Demikian info mengenai Perlu Adanya Perbaikan Pada Pondasi Pengembangan EMIS, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)