Ribuan guru madrasah tersertifikasi mengeluhkan masalah inpasing (penyetaraan golongan) yang tidak jelas. Pasalnya, mereka hanya mendapat tunjangan sertifikasi minimal tanpa disesuaikan dengan jabatan atau lama kerja.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen Adv mengatakan, penyamarataan tunjangan profesi itu memunculkan kecemburuan. "Tunjangan digebyah uyah, semuanya mendapat Rp 1,5 juta per bulan. Seharusnya kan disesuaikan jabatan dan masa kerja," katanya, Minggu (20/1).
Dijelaskan, sejak 2011 pengelolaan sertifikasi guru madrasah yang sebelumnya di bawah Kementerian Pendidikan dilimpahkan kepada Kementerian Agama. Namun pelimpahan itu tidak disertai kesepahaman tentang pengelolaan pembayaran tunjangan sertifikasi. Akibatnya, inpasing yang selama ini didapatkan oleh guru madrasah jadi mandeg. Laporan yang diterimanya, tercatat keluhan soal inpasing berasal dari dari guru madrasah di Banyumas, Pati, Karangayar, Wonogiri, dan Demak.
"Dulu saat masih berada di bawah Kemendiknas, guru-guru madrasah ini mendapat inpasing. Tapi sekarang tidak," jelasnya.
Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Jateng itu meminta Kemenag segera membuat MoU agar masalah inpasing segera diselesaikan. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan masalah sertifikasi. Sebab dari sekitar 90 ribu guru madrasah, sekitar 80 persen merupakan guru swasta yang separuh diantaranya belum mendapatkan sertifikasi. Selain mereka belum memenuhi syarat sarjana, syarat 24 jam mengajar untuk mengikuti sertifikasi juga sulit dipenuhi guru-guru madrasah.
"Guru madrasah rata-rata hanya mampu memenuhi maksimal 18-20 jam, karena mata pelajaran sperti Tafsir, al-Quran Hadits, dan Bahasa Arab itu kan hanya diajarkan dua jam,"
Maka Zen berharap dalam revisi UU Sisdiknas, syarat 24 jam mengajar dapat dikurangi menjadi 18 jam mengajar tatap muka.
Sumber : Suara Merdeka