Mencari Pemimpin Seperti Nabi Muhammad

On Selasa, Januari 14, 2014

Oleh : Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag
(Kasubdit Binsyar dan Hisab Rukyat Kemenag RI dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa Daarun Najaah Semarang)

Berdasarkan catatan sejarah versi manapun telah terungkap bahwa kelahiran (nabi) Muhammad-lah yang membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia (yahdi minadldlulumat ilannur). Raymond Lerouge dalam Lavie De Mohomet, mengakui bahwa Muhammad adalah promotor Revolusi Sosial dan Revolusi Internasional yang membawa nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai persaudaraan. Thomas Carlyle dalam On Heroes, Hero, Worship and the Heros in History, mengakui bahwa Muhammad sebagai pahlawan sejarah nilai-nilai kemanusiaan (humanis). Bahkan Annie Besant dalam The Life and Teachings of Muhammad, meyakini bahwa Muhammad adalah salah seorang nabi terbesar dari sang Pencipta.

Karena itu, pada Maulud Nabi Muhammad sekarang ini, sebagai umat Muhammad, kiranya tidak berlebihan ketika menguak kesejarahan Muhammad dan perjuangannya. Apalagi sekarang ini memasuki tahun politik nasional kita untuk memilih Wakil Rakyat (DPRD – DPR - DPD) dan memilih Presiden – Wakil Presiden, sehingga kiranya sangat besar manfaatnya sebagai bahan rakyat untuk menentukan pilihannya dalam pemilihan nantinya.

Sosok Muhammad

Semenjak lahir Muhammad sudah mengalami sebuah akumulasi keprihatinan sebagai awal perjuangannya baik lahir maupun bathin. Akumulasi keprihatinan tersebut nampak dari kondisi Arab yang memang benar-benar jahiliyyah yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan (humanitas). Di samping adanya cobaan-cobaan bertubi-tubi yang menimpa Muhammad yang dirasakan semenjak kelahirannya.

Namun dengan bekal akhlakul karimah (moral philosophy of life) yang menjadi konsideran pengangkatan kenabiannya (baca surat al-Qalam:4) dan kesabaran (patience and tolerance) serta dengan bekal nilai-nilai ideal semacam kejujuran dan keadilan yang mengintegritas pada kepribadian Muhammad yang mendapat julukan “Al-Amin”, Muhammad sebagai pemimpin umat (pada waktu itu) terbukti berhasil melakukan reformasi social moralitas masyarakatnya yang sudah berada diambang kehancuran.

Melalui pergumulan panjang dan perjuangan keras yang terencana dan sistematis dengan berdasarkan pilihan strategi yang humanis, Muhammad berhasil memulai membentuk masyakarat social ( social framework ) yang reformis. Peristiwa ini bermula ketika Muhammad melakukan perjalanan hijrah bersama Abu Bakar dari Makah yang tidak langsung masuk kota Madinah, namun berhenti sejenak di Quba dan mendirikan masjid. Di saat inilah Muhammad menyatukan golongan Anshar dan Muhajirrin, yang merupakan embrio kemunculan bentuk masyarakat madani. Kemudian sesampai di Madinah, social framework yang reformis tersebut dikembangluaskan dengan langkah awal membangun masjid yang sekarang disebut masjid Nabawi, Muhammad membentuk umat baru di kota Madinah yakni sebuah komunitas dalam wujud masyarakat egaliter yang berpegang pada ajaran akhlakul karimah (moral philosophy of life) dalam masyarakat muslim yang terbuka, masyarakat madani yang memandang jauh ke alam universal, alam yang melahirkan persaudaraan umat manusia atas dasar persamaan dan kesederajatan yang telah menjadi dasar ajaran tauhid dan kemanusiaan (humanitas).

Pada bagian yang lain, dalam menyikapi golongan yang berbeda keyakinan termasuk golongan Yahudi, dibuat perjanjian tersendiri sebagai sesama manusia (ukhuwah basariyyah) yang dikenal dengan “Piagam Madinah” ( Mitsaqul Madinah ). Inilah yang dikenal dengan format masyarakat Madani. Meminjam istilah W. Montgomery Waat, keberhasilan Muhammad mendirikan komunitas di Madinah sebenarnya merupakan peletakan dasar-dasar “Negara Modern” yang sekarang ini digembar-gemborkan sebagai realitas masyarakat yang paling demokratis.

Di antara bukti reformasi social yang Muhammad lakukan adalah Muhammad menikahkan Zaid (bekas budak yang dijadikan anak angkatnya) dengan Zainab (perempuan Quraisy yang masih anggota keluarganya sendiri) dalam sebuah ikatan perkawinan yang sama sekali baru. Ini sebuah reformasi social yang benar-benar mencungkirbalikkan tradisi aristokrasi (kebangsawanan) yang telah berjalan berabad-abad, dan mampu menggoyahkan apa yang disebut gengsi dan harga diri kekabilahan yang sepanjang perjalanan sejarah masyarakat Quraisy bahkan sepanjang sejarah umat manusia pada waktu itu, belum pernah terjadi.

Mencari Pemimpin Seperti Nabi Muhammad

Memang Muhammad adalah sosok yang ideal menjadi suri tauladan – panutan dalam berperilaku ( uswah hasanah ). Karena memang pada diri Muhammad terdapat sifat-sifat ideal yang seharusnya dimiliki oleh kita sebagai khalifah fi al-ardi. Sebagaimana dalam kitab “Min Akhlaq al-Rasul” , Abdul Muhsin bin Hamid al-Ubbad menyebutkan paling tidak ada enam sifat utama yang membawa keberhasilan Muhammad. Keenam sifat itu adalah sifat rahmah – rifqun syafaqah (kasih sayang dan santun), tawadhu (rendah hati), jud (murah hati), afwan – hilm (pemaaf - lapang dada), nashihah (memberi nasehat) dan qawi – syaja’ah (tegas – berani).

Di samping itu kepemimpinan Muhammad juga didasari pada empat sifat kenabian. Pertama adalah ash-shidqu - kejujuran. Dalam memimpin Muhammad dengan mengedepankan kejujuran, menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kedua adalah al-amanah – dapat dipercaya. Dengan al-amanah inilah Muhammad terbukti dapat menaruh kepercayaan perdamaian dalam “Piagam Madinah” termasuk dengan kaum Nasrani waktu itu. Ketiga adalah al-fathonah - kadar intelegensi yang tinggi – kecerdasan terutama sebagai visioner. Keempat adalah al-tabligh – menyampaikan secara jujur dengan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, walaupun dalam hal yang pahit sekalipun baginya (Qul al-haqqa walau kana murran). Salah satu bukti perilaku Muhammad dalam menegakkan keadilan adalah sebagaimana tercermin dalam hadisnya : “Seandainya anakku Fatimah mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya”.

Jika ditelusuri, sifat-sfiat tersebut menurut pakar ledearship, dapat diringkas dalam tiga criteria yang harus dimiliki oleh pemimpin yang ideal. Pertama, mempunyai integritas yang tinggi yang menyangkut kejujuran (ash-shidqu), keberanian bersikap (asy-syuja’ah) dan hidup sederhana. Kedua, mempunyai kapabilitas yang mnyangkut kecerdasan (al-fathanah), wawasan yang luas dan mampu melimpahkan wewenang secara baik. Kemudian ketiga, mempunyai akseptabilitas (dukungan massa) yang berarti menyangkut bobot amanat dan kepercayaan masyarakat.

Oleh karena itu bagi bangsa kita Indonesia yang sudah cukup lama berupaya untuk me”reformasi social diri” namun masih mengalami anomi, kiranya sangat membutuhkan pemimpin yang benar-benar meneladani kepemimpinan Muhammad sebagai tokoh Reformasi Sejati, kiranya insya Allah tidak sulit bagi kita bangsa Indonesia untuk segera keluar dari lilitan krisis multideminsional yang sekarang ini masih menimpa bangsa kita untuk menuju negara yang ber”masyarakat madani” ( al-mujtama al-madani – civil society ). Semoga nanti wakil rakyat ( DPRD – DPR – DPD) dan Presiden dan wakil Presiden yang terpilih benar-benar bisa seperti Muhammad, amin. Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber : Kemenag

Demikian artikel mengenai Mencari Pemimpin Seperti Nabi Muhammad, semoga bermanfaat (Abdi Madrasah)

Marhaban Ya Ramadhan, Inilah Keutamaan Bulan Ramadhan

On Rabu, Juli 10, 2013


Sahabat Abdima,
Diibaratkan seorang petani mempunyai 12 (dua belas) bidang tanah, dari hasil penelitian ahli pertanian tanah petani bidang yang ke 9 (sembilan) sangat subur sekali, kalau dibandingkan dengan bidang tanah-tanah yang lain.Jika petani menanami tanah bidang 9 dia akan memperoleh hasil yang sangat berlipat ganda,maka kalau petani itu tidak mau mengolah tanah pada bidang yang nomor sembilan,atau dia tidak rajin menanami bidang tanah yang subur ini secara optimal, tentu petani itu seorang yang bodoh, seorang yang membuang kesempatan untuk mendapat keuntungan yang berlipat ganda.


Marhaban Ya Ramadhan, Inilah Keutamaan Bulan Ramadhan

Begitu juga kita umat Islam yang mempunyai 12 (dua belas) bulan, mulai dari bulan Muharam – Safar – Rabiul awal – Rabiul tsani – Jumadil awal – Jumadil tsani – Rajab – Sha`ban – Ramadhan(bulan ke 9) – Syawwal – Zulqo`idah – Zulhijah. Bulan yang kesembilan (Ramadhan) adalah bulan yang sangat utama, bulan penghulu segala bulan, Hadis nabi “Bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, dan hari yang utama adalah hari Jumat.

Selanjutnya nabi bersabda” Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan yang penuh berkah, pada bulan itu Allah swt memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan (dosa-dosa), dan dia kabulkan do`a, pada bulan itu Allah swt akan melihat kalian berpacu melakukan kebaikan. Para malaikat berbangga dengan kalian, dan perlihatkanlah kebaikan diri kalian kepada Allah. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat Rahmat Allah swt”. (Riwayat Ath-Thabrani)

Diantara keutamaan bulan Ramadhan adalah :

- Bulan Tarbiyah untuk mencapai taqwa

“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (Alquran- surat Al Baqarah ayat 183).

- Bulan diturunkannya Alqur`an

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)......(Alqur`an – surat Al Baqarah ayat 185).

- Bulan ampunan dosa

Barang siapa yang melakukan ibadah di malam hari bulan Ramadhan, karena iman dan mengharapkan ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni. (Muttafaqun `alaih).

- Bulan dilipat gandakannya amal sholeh

Khutbah Rasululah saw pada akhir bulan Sa`ban “Hai manusia, bulan yang agung, bulan yang penuh berkah telah menaung. Bulan yang didalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang padanya Allah mewajibkan berpuasa. Qiyamullail disunnahkan. Barang siapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kewajiban padabulan itu,nilainya sama dengan tujuh puluh kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan (Hadis- riwayat Bukhori-Muslim).

- Bulan Ramadhan adalah bulan sabar, sabar itu balasannya syurga.

- Bulan Ramadhan bulan ditambahkannya rizqi orang mukmin

Barangsiapa yang memberikan untuk berbuka kepada seorang yang berpuasa, balasannya adalah ampunan terhadap dosa-dosanya, dirinya dibebaskan dari neraka, dan dia mendapat pahala sebesar pahala yang didapat orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang tersebut.

- Bulan Ramadhan awalnya rahmat, tengahnya ampunan dan ahirnya pembebasan dari neraka.

“Apabila masuk bulan Ramadhan dibuka pintu rahmat (kasih sayang) dan ditutup pintu jahanam dan setan-setan dibelenggu (Hadis riwayat Ahmad), 

Oleh karena itu mari kita mendirikan bulan Ramadhan dengan segala amaliah penuh keimanan dan ikhlas mencari ridho Allah. Jangan kita lewatkan momentum bulan yang kesembilan ini yang penuh rahmat, berkah, pahala dan ampunan.

Demikian info mengenai Keutamaan Bulan Ramadhan, semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Puasa Tahun ini Diperkirakan Tak Bersamaan, Tapi Lebaran Serentak

On Senin, Juli 08, 2013


Umat Islam di Tanah Air diperkirakan tidak akan menjalani awal puasa Ramadhan tahun ini secara serempak. Namun lain halnya dengan lebaran atau perayaan Idul Fitri 1434 Hijriah.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ichwan Syam menyatakan, umat Islam Tanah Air kemungkinan akan merayakan Hari Raya Idul Fitri secara bersama-sama alias tidak ada perbedaan. 

”Puasa mungkin berbeda tapi kalau Idul Fitrinya peluangnya bersama-sama,” ujar Ichwan, Minggu (7/7). 

Namun jelas Ichwan, umat Islam seyogianya tidak mempersoalkan apabila terjadi perbedaan. Seperti halnya dalam penentuan awal puasa. Mengingat sambung dia, adanya perbedaan pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

”Tidak usah dimasalahkan (perbedaan).

Terlebih umat Islam Indonesia diyakini sudah cukup dewasa dalam menyikapi perbedaan tersebut. Ichwan menambahkan, terkait penentuan awal puasa sendiri, MUI akan turut serta dalam sidang Itsbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag).

Sebagaimana diketahui, potensi perbedaan dalam menjalani awal puasa kembali mengemuka. Pasalnya PP Muhammadiyah, salah satu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam terbesar di Indonesia telah menetapkan tanggal 1 Ramadhan atau awal puasa pada Selasa (9/7) mendatang. Sementara mencuat kabar, Kemenag menjatuhkan keputusan tentang tanggal 1 Ramadhan pada Rabu (10/7). Namun menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat ( Dirjen Bimas) Islam Kemenag, Abdul Djamil, penentuan tanggal 1 Ramadhan baru akan ditentukan pada sidang Istbat Pada hari ini, Senin, 8 Juli 2013.


Mengapa Kita Mesti Tahu Madrasah?

On Selasa, April 09, 2013


Tawuran antar pelajar di Indonesia seolah-olah telah menjadi tradisi dan kebanggaan siswa para penerus bangsa ini. saya sendiri ngeri kadang-kadang melihatnya, padahal tawuran begitu banyak merugikan masyarakat apalagi jika terjadi di jalan raya, bisa kita bayangkan sendiri dampak yang dihasilkan.

Pelajar sesungguhnya menjadi tumpuan masa depan bangsa kita yang besar ini. Jika mereka menjadi generasi tawuran, maka apa jadinya negeri ini ?

Tawuran antara pelajar saya yakini sebagai sebuah efek, dampak dari sebuah proses yang kurang tepat, terutama proses pendidikan (baik pendidikan di sekolah maupun di masyarakat). Dalam pandangan penulis, ada beberapa akar yang melatar belakangi social problem pada pelajar ini, antara lain :

Pertama, sekolah sebagai tempat belajar, berkomunikasi dan tempat untuk pendidikan saat ini masih menjadi semacam tempat rutinitas, tempat bertemunya siswa dengan seragam dan simbol-simbol yang bersifat kurang esensial.

Kedua, Guru (sebagian besar masih menganggap bahwa sekolah adalah tempat untuk mengajar siswa, bukan sebagai wadah untuk melakukan proses perubahan, proses mendidik dan proses pembimbingan). Setelah mengajar, guru menganggap telah lepas tanggungjawab, tanpa ada upaya yang lebih hakiki.

Ketiga, sekolah sering mengukur keberhasilan siswa hanya an sich dengan nilai-nilai mata pelajaran. Sikap, akhlak dan anggah-ungguh siswa dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting bahkan tidak penting. Ukurannya nilai angka, bukan nilai kemanusiaan. Lalu apa hakikat pendidikan?

Pendidikan (sebagaimana telah kita mafhumi bersama) adalah upaya sadar dalam mencetak generasi manusia yang paripurna baik sifat, sikap maupun akhlak. Pendidikan bukan sekedar mencari ijazah belaka, pendidikan bukan menciptakan insan sombong yang bangga dengan nilai angka padahal minus akhlak atau tatakrama. Akhlak kepada orang tua, kepada guru, tetangga dan yang lebih hakiki pada masyarakat secara luas.

Jadi, apa bedanya siswa yang sering tawuran dengan mereka yang tidak berpendidikan?

Madrasah ....
Saya melihat lembaga ini masih memberi harapan besar bagi (paling tidak) pembibitan insan-insan, generasi muda yang memiliki akhlak, sikap dan sifat antar sesama. Jarang saya lihat siswa madrasah yang ikut tawuran, apalagi melakukan tindak kriminal. ini fakta, maka bagi saya prestasi akademik (nilia ujian yang tinggi misalnya) penitng, tapi karakter akhlak siswa lebih penting. Dan madrasah menurut pandangan saya menjadi tempat pendidikan yang pas dalam kontek kekinian, dimana manusia kian meng-alineasi antar sesama, persisivisme kian menjadi-jadi bahkan "memakan" antar sesama.
*) Penulis : Mujahid Barmawi.

Demikian artikel mengenai Mengapa Kita Mesti Tahu Madrasah ? semoga ada manfaatnya.(Abdi Madrasah)

Tingkatan Nilai yang utama dalam bersedekah

On Jumat, Maret 08, 2013

Tingkat keutamaan sedekah
Sedekah, begitu mendengar namanya, orang sudah kenal keutamaannya. Kata sedekah berasal dari As-Shidq, artinya jujur. Seorang muslim yang bersedekah berarti dia membuktikan kejujurannya dalam beragama. Betapa tidak, harta yang merupakan sebagian yang dia cintai dalam hidupnya, harus dia berikan dan relakan ke pihak lain. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut sedekah sebagai ‘burhan’ (bukti). Dalam hadist dari Abu Malik Al-Asy’ari, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-Quran bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu.” (HR. Muslim)

Banyak sekali hadist yang menyebutkan tentang keutamaan bersedekah, tapi taukah anda bahwa nilai dari bersedekah itu bertingkat-tingkat sesuai keadaan ketika bersedekah. Berikut beberapa keadaan yang menyebabkan sedekah kita nilainya lebih utama dari pada sedekah normal.

Pertama, sedekah secara rahasia
Allah berfirman (yang artinya), “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu..” (QS. Al-Baqarah: 271).

Kedua, sedekah ketika masih sehat, masih kuat, dan masih punya harapan hidup lebih lama
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sedekah seperti apakah yang paling besar pahalanya?” beliau menjawab, “Engkau bersedekah ketika kamu masih sehat, rakus dengan dunia, takut miskim, dan bercita-cita jadi orang kaya. Jangan tunda sedekah sampai ruh berada di tenggorokan, kemudian kamu mengatakan: ‘Untuk si A sekian, si B sekian, padahal sudah menjadi milik orang lain (melalui warisan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada saat sehat, muda, umumnya manusia masih sangat butuh harta, dan cinta harta dan kekayaan. Bersedekah pada kondisi tersebut akan membutuhkan perjuangan yang lebih besar untuk melawan nafsunya, dibandingkan sedekah yang dilakukan oleh orang yang tidak lagi punya harapan banyak dengan kehidupan dunia karena sudah tua.

Ketiga, sedekah yang diberikan setelah menunaikan kewajiban nafkah keluarga
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik sedekah adalah harta sisa selain jatah nafkah keluarga. Mulailah dari orang yang wajib kamu nafkahi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat, sedekah pada saat krisis atau orang yang memiliki sedikit, namun dia berani bersedekah,
Hal ini menunjukkan keseriusan dia dalam beramal, disamping sikap istiqamah yang dia lakukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa demikian?”. “Ada orang yang memiliki 2 dirham, kemudian dia sedekahkan satu dirham. Sementara itu ada orang yang memiliki banyak harta, kemudian dia mengambil seratus ribu dirham untuk sedekah.” (HR. An Nasa-i dan dinilai hasan oleh Al Albani).

Kelima, nafkah untuk keluarga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang yang memberikan nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala dari Allah maka itu bernilai sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Bahkan nafkah keluarga yang diniatkan utk beribadah kepada Allah, nilainya lebih besar dibandingkan yang disumbangkan untuk orang miskin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada 4 dinar: satu dinar kau berikan ke orang miskin, satu dinar kau sumbangkan untuk pembebasan budak, satu dinar untuk jihad fi sabililllah, dan satu dinar yang kau jadikan nafkah untuk keluarga, yang paling utama adalah satu dinar yang kau nafkahkan untuk keluarga.” (HR. Muslim)

Keenam, sedekah kepada kerabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah kepada orang miskin nilainya hanya sedekah. Sedekah kepada kerabat nilainya dua: sedekah dan menyambung silaturrahim.” (HR. Ahmad, An Nasa-i, Turmudzi dan Ibnu Majah).

Demikian artikel mengenai Tingkatan Nilai yang utama dalam bersedekah, semoga ada manfaatnya (Abdi Madrasah)

Kedudukan Berbhakti Kepada Kedua Orang Tua

On Senin, Februari 25, 2013

Berbhakti kepada orang tua
Birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun juga memenuhi norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah wajib hukumnya.

Dalam agama islam Kedudukan Berbhakti Kepada Kedua Orang Tua memiliki kedudukan yang tinggi. Sehingga berbakti kepada kedua orang tua bukanlah sekedar balas jasa, bukan pula sekedar kepantasan dan kesopanan. Poin poin berikut dapat menggambarkan seberapa pentingnya birrul walidain bagi seorang muslim :

Perintah birrul walidain setelah perintah tauhid
Kita tahu bersama inti dari Islam adalah tauhid, yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata. Tauhid adalah yang pertama dan utama bagi seorang muslim. Dan dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an, perintah untuk berbakti kepada orang tua disebutkan setelah perintah untuk bertauhid. Sebagaimana pada ayat-ayat yang telah disebutkan. Ini menunjukkan bahwa masalah birrul walidain adalah masalah yang sangat urgen, mendekati pentingnya tauhid bagi seorang muslim.

Lebih utama dari jihad fi sabililah
Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadits tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi berjihad, beliau bersabda: “Apakah orang tuamu masih hidup?”. Lelaki tadi menjawab: “Iya”. Nabi bersabda: “Kalau begitu datangilah kedunya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka” (HR. Bukhari dan Muslim). Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah.

Pintu surga
Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu birrul walidain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)

Ridha Allah sejalan dengan ridha orang tua
Ridha orang tua mendatangkan ridha Allah Ta’ala selama bukan dalam maksiat kepada Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bersama dengan ridha orang tua, murka Allah bersama dengan murka orang tua” (HR. At Tirmidzi. Dinilai hasan oleh Al Albani)

Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar
Betapa pentingnya birrul walidain, sampai-sampai durhaka kepada orang tua dianggap sebagai dosa besar di sisi Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah ku kabarkan kepada kalian dosa dosa yang paling besar?” kemudian beliau menyebutkan beberapa hal, salah satunya adalah durhaka kepada orang tua (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalai dari birrul walidain, mendapat laknat Allah
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuat (si anak) masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” (HR. Ahmad. Al A’zhami berkata: ‘Sanad hadits ini jayyid‘)

Apa yang harus kita lakukan sebagai bentuk berbhakti kepada kedua Orang tua?

Sesuai namanya, birrul walidain, maka ia mencakup semua hal yang termasuk al birr (kebaikan). Segala bentuk akhlak mulia terhadap orang tua, menjaga mereka, membantu mereka, menolong mereka, membimbing mereka, menasehati mereka jika salah, ini semua termasuk birrul walidain. Namun diantara semua kebaikan, ada beberapa yang lebih ditekankan dalam birrul walidain:

Ta’at dan patuh
Permintaan, perintah, panggilan dan perkataan orang tua hukum asalnya wajib dipatuhi selama dalam perkara yang ma’ruf (tidak melanggar aturan agama).

Bertutur kata yang baik dan lemah lembut
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Isra: 23)

Tawadhu’
Seorang anak hendaknya merendahkan dirinya dihadapan orang tua, sekalipun ia orang terpandang atau orang yang memiliki kedudukan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”” (QS. Al Isra: 24)

Memberi nafkah harta bila orang tua miskin
Orang tua hendaknya memiliki penghidupan sendiri dari hasil kerjanya. Namun bila ia miskin, ia memiliki hak dari harta anaknya untuk penghidupannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau dan hartamu adalah miliki ayahmu. Sesungguhnya makanan yang paling baik adalah yang merupakan hasil kerjamu. Dan sesungguhnya harta anak-anakmu juga adalah hasil kerjamu, maka makanlah darinya jangan ragu” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani). Para ulama menjelaskan hadits ini, bahwa bukan berarti harta anak menjadi milik ayah, namun seorang anak hendaknya tidak keluar dari pendapat ayahnya dalam penggunaan harta (Fiqhut Ta’amul, 130)

Demikian artikel mengenai Kedudukan Berbhakti Kepada Kedua Orang Tua. Semoga menggugah hati kita bahwa selama ini salah satu kunci  surga ada di dekat kita, yaitu orang tua kita sendiri, dan semoga ada manfaatnya (Abdi Madrasah)

Tiga Sikap Kunci Kebahagiaan Hidup

On Jumat, Februari 08, 2013

Kunci Kebahagiaan Hidup
Dalam bukunya yang sangat masyhur yang berjudul “qawaidul arba”, Imam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan:
Semoga Allah menjadikan anda termasuk diantara orang yang apabila dia diberi dia bersyukur, apabila diuji, dia bersabar, dan apabila melakukan dosa, dia beristighfar. Karena tiga hal ini merupakan tanda kebahagiaan” (Qowaidul Arba’)

Bersyukur ketika mendapat nikmat
Dengan sikap ini, orang akan tetap mendapatkan tambahan nikmat dan keberkahannya. Sebagaimana janji Allah ta’ala, dalam firman-Nya:
Jika kalian bersyukur maka sungguh Aku akan tambahkan untuk kalian, dan jika kalian kufur, sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih
(QS. Ibrahim: 7)

Hanya saja perlu kita ingat. Sikap ini tidaklah mudah. Kita baru bisa bersyukur, ketika kita merasa bahwa apa yang ada pada diri kita adalah pemberian Allah yang sudah sangat banyak.  Dengan ini, kita tidak akan membandingkan kenikmatan yang ada pada diri kita dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang lebih ‘sukses’ dari pada kita. Inilah kunci yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
Lihatlah kepada orang yang (nikmatnya) lebih bawah dari pada kalian. Jangan melihat kepada orang yang (nikmatnya) di atas kalian. Dengan ini, akan lebih memungkinkan, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah pada diri kalian” (HR. Turmudzi dan dinilai shahih oleh al-Albani)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui bahwa manusia memiliki sifat hasad dan selalu menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Dengan sebab ini, orang akan melupakan nikmat yang ada pada dirinya. Karena itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan kepada manusia agar menutup celah timbulnya perasaan ini, dengan membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang yang lebih rendah kenikmatannya dari pada nikmat yang ada pada dirinya.

Bersabar ketika mendapat ujian
Ujian dan cobaan merupakan salah satu bagian dalam kehidupan manusia. Tidak ada kenikmatan mutlak di alam dunia ini. Sehebat apapun manusia, sekaya apapun dia, kenikmatan yang dia rasakan akan bercampur dengan ujian dan cobaan. Namun, orang yang beriman bisa mengkondisikan keadaan yang sejatinya pahit ini sebagai bagian dari kebahagiaan. Itulah sikap sabar dan mengharap pahala dari Allah ta’ala. Karena itu, semakin besar sikap sabar yang dilakukan, semakin besar pula kebahagiaan yang dia rasakan. Barangkali, inilah diantara rahasia bahwa semakin sempurna keimanan seseorang maka semakin besar pula ujian yang Allah berikan kepadanya. Dinyatakan dalam sebuah hadits, dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya besarnya pahala sepadan dengan besarnya ujian. Sesungguhnya Allah, apabila mencintai seseorang maka Allah akan mengujinya. Siapa yang ridha (dengan takdir Allah) maka dia akan mendapatkan ridha (Allah). Siapa yang marah (dengan takdir Allah) maka dia akan mendapatkan murka (Allah)” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah, dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani)

Diantara hikmah Allah memberikan ujian kepada kaum mukminin adalah agar mereka tidak merasa bahwa kehidupan dunia ini sebagai kenikmatan mutlak, sehingga mereka akan senantiasa mengharapkan akhirat.

Memohon ampunan ketika berdosa
Bukanlah sifat orang mukmin yang bertaqwa, sama sekali tidak memiliki dosa. Hamba  beriman yang baik adalah hamba yang ketika melakukan dosa dia segera bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah. Allah berfirman:
(Orang yang bertaqwa) adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka” (QS. Ali Imran: 135)

Dan inilah bagian tabiat manusia yang tidak bisa dihilangkan dari diri mereka. Akan tetapi, yang lebih penting adalah bagaimana seorang mukmin bisa segera bertaubat ketika melakukan dosa. Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya. Andaikan kalian sama sekali tidak melakukan dosa, Allah akan menghilangkan kalian, kemudian Allah datangkan sekelompok orang yang mereka melakukan perbuatan dosa kemudian bertaubat, lalu Allah mengampuni mereka” (HR. Muslim)

Hal inilah yang dirasakan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para manusia mulia ini, khawatir, jangan-jangan termasuk orang munafik, ketika mereka merasa lebih bertaqwa pada saat di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ketika berada di rumah, mereka masih melekat dengan dunia.

Dari Abu Hurairah rahiiallahu ‘anhu, bahwa para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, ketika kami melihat anda, hati kami menjadi lunak, dan kami seolah menjadi penduduk akhirat. Namun ketika kami jauh dari anda, kami menginginkan dunia dan bercanda dengan para istri dan anak” Kemudian beliau bersabda:
Jika kalian setiap saat dalam keadaan sebagaimana ketika kalian berada di dekatku (seolah menjadi penduduk akhirat), niscaya para malaikat akan menyalami kalian dengan telapak tangan mereka dan mengunjungi kalian di rumah kalian. Andai kalian tidak pernah melakukan perbuatan dosa, niscaya Allah akan mendatangkan kaum yang berdosa (kemudian bertaubat) agar Allah mengampuni mereka” (HR. Ahmad, dan dinyatakan oleh Syu’aib al-Arnauth: Shahih dengan beberapa jalurnya). WAllahu a’lam. (Sumber:buletin.muslim.or.id)

Demikian artikel Kunci Kebahagiaan Hidup untuk menambah hasanah keilmuan dan menjadi renungan kita semua, semoga ada manfaatnya.