Implementasi Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Dibawah Binaan Kementerian Agama

On Rabu, April 26, 2017

Sahabat Abdima,
Mendengar dan membaca Pendidikan Karakter kami yakin bukanlah hal yang asing bagi kita, apalagi pada beberapa tahun terakhir ini hal tersebut terus di gaungkan terutama dalam dunia pendidikan. Lembaga pendidikan selain mampu mencetak generasi yang intelektual juga diharuskan dapat mencetak generasi yang berkarakter (berbudi pekerti luhur).

Hal tersebut sangat cocok dengan pemikiran Bapak Pendidikan yakni beliau Ki Hajar Dewantara, yang mengatakan bahwa Pendidikan memiliki tujuan umum yakni untuk memanusiakan manusia sehingga dalam pendidikan yang diolah bukan hanya kecerdasan otak (head) tetapi juga kecerdasan hati (heart), dan ketrampilan untuk menciptakan (hand).

Implementasi Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Dibawah Binaan Kemenag

Berbicara mengenai Pendidikan karakter sebenarnya bukanlah semata-mata hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan saja, bukan berarti sebagai pendidik kami ingin lari dari tanggung jawab dan peran akan tetapi peran orang tua pada saat dirumah juga sangat memiliki andil dalam pendidikan karakter ini. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama bagi anak, namun sering kali pada kenyataannya banyak orang tua yang melimpahkan dan mempercayakan pendidikan karakter anaknya pada pihak Madrasah dan sudah barang tentu dengan berbagai alasan yang berbeda anatara orang tua satu dengan yang lainya.

Berkenaan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Dibawah Binaan Kementerian Agama, dimana Madrasah menjadi salah satu satuan pendidikan didalamnya, Baru-baru ini Kementerian Agama telah menerbitkan surat Edaran Nomor : 2986/SJ/DJ.I/4/2017 Tentang Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Dibawah Binaan Kementerian Agama.

Surat edaran Kementerian Agama tersebut sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Republik Indonesia untuk mengutamakan dan membudayakan pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan sebagai implementasi dari program Nawacita yang dicanangkan melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dan dalam rangka menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Isi dari surat Edaran sebagaimana kami maksud diatas menyebutkan bahwa seluruh kepala satuan pendidikan madrasah dan kepala satuan pendidikan keagamaan di bawah binaan Kementerian Agama agar mengimplementasikan pendidikan karakter yang antara lain :
  • Memasang naskah Pancasila, Foto Presiden RI dan Wakil Presiden RI di setiap ruang kelas, serta beberapa foto pahlawan nasional yang diletakkan dalam bingkai/pigura yang rapi;
  • Membudayakan penyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dilanjutkan dengan pembacaan do'a menurut agama dan kepercayaan masing-masing di setiap awal kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan menyanyikan salah satu lagu kebangsaan/nasional lainnya yang dilanjutkan dengan pembacaan do'a di setiap akhir kegiatan KBM.

Berikut dibawah ini Surat Edaran yang kami maksud :


Jika melihat kondisi Madrasah saat ini, kami kira edaran tersebut bagi Madrasah hanyalah sekedar penegasan saja, karena ada ataupun tidak adanya edaran tersebut Madrasah sudah terbiasa dengan melalukan hal-hal sebagaimana edaran tersebut, bahkan banyak yang lebih dari itu. Madrasah telah terbiasa melaksanakan membaca Asmaul Husna, membaca surat-surat pendek sebelum kegiatan kegiatan Belajar Mengajar (KBM), Sholat Dhuha pada saat istirahat, sholat dzuhur berjamaah dan lain sebagainya. Jadi kami kira yang perlu di lakukan oleh Madrasah hanyalah memadukan atau menyesuaikan kebiasaan pendidikan karakter yang sudah berjalan dengan surat edaran sebagaimana tersebut diatas.

Demikian info mengenai Surat Edaran Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Dibawah Binaan Kementerian Agama, semoga Madrasah selalu terdepan dalam mencetak generasi yang berkarakter karimah dan semoga info ini ada manfaatnya._Abdima

Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah

On Jumat, Juni 12, 2015

Sahabat Abdima,
Fenomena semakin menurunnya karakter bangsa juga menjadi tantangan tersendiri bagi madrasah. Terlebih madrasah mengusung model pendidikan dengan kelebihan subjek metter agama sebagai identitas. Minimnya jam belajar agama di sekolah umum yang seringkali disinyalir sebagai salah satu penyebab rusaknya moral anak bangsa, bagi madrasah terbantahkan. Di madrasah setidaknya memiliki 8 jam pelajaran agama (4 mata pelajaran pendidikan agama Islam) yakni Aqidah Akhlak, Al Qur’an Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam.

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola secara terstruktur dengan melibatkan komponen-komponen pendidikan seperti manajemen, biaya, sarana dan prasarana, kurikulum, peserta didik, dan pendidik. Madrasah dibangun sebagai wahana pendidikan formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik.

Sebagai suatu sistem sosial, madrasah dapat dipandang sebagai organisasi yang interaktif dan dinamis, sebab di dalamnya terdapat sejumlah orang yang memiliki kepentingan yang sama (kepentingan penyelenggaraan pendidikan), tetapi kemampuan setiap individu pada komunitas itu memiliki potensi dan latar belakang yang berbeda.

Para ahli pendidikan karakter melihat proses internalisasi nilai dalam pembelajaran, termasuk internalisasi pendidikan karakter di Madrasah pada dua pendekatan, yakni :
  1. Madrasah secara terstruktur mengembangkan pendidikan karakter melalui kurikulum formal.
  2. Pendidikan karakter berlangsung secara alamiah dan sukarela melalui jalinan hubungan interpersonal antar warga madrasah, meski hal ini tidak diatur secara langsung dalam kurikulum formal.
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata. Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. (Sanjaya, 2010: 16).

Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan. Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan.

Penerapan pendidikan karakter pada kurikulum dapat dilihat pada porsi pelajaran agama yang menurut penulis cukup banyak dibandingkan sekolah umum. Pendidikan Agama Islam di Madrasah terdiri atas empat mata pelajaran, yaitu: Al-Qur'an-Hadist, Akidah-Akhlak, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. Al-Qur'an-hadis merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber akidah-akhlak, syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. (Permenag No. 2 tahun 2008).

Kurikulum formal yang baku tersebut masih ditambah lagi dengan beberapa materi agama yang menunjang kurikulum formal, yakni muatan lokal seperti ibadah kemasyarakatan, tahfiz Al-Qur’an dan lain-lain. Pada beberapa madrasah yang memanfaatkan peluang-peluang belajar di luar kelas sebagai wahana pengembangan pendidikan, kegiatan ektrakurikuler juga muncul sebagai keunggulan tersendiri yang pada giliranya melahirkan kredibilitas tersendiri bagi lembaga.

Tidak jarang kita dengar alasan-alasan orang tua dalam memilih sekolah sebagai tempat belajar anaknya atas dasar pertimbangan mereka terhadap sejumlah kegiatan di luar kegiatan tatap muka di kelas. Dengan demikian, kegiatan ektrakurikuler dapat dikembangkan dalam beragam cara sebagai media pendidikan karakter. Penyelenggaraan kegiatan yang memberikan kesempatan luas kepada pihak madrasah, pada giliranya menuntut kepala madrasah, guru, siswa dan pihak-pihak yang terkait untuk secara efektif merancang sejumlah kegiatan sebagai muatan kegiatan ektrakurikuler berbasis pendidikan karakter.

Adapun terkait dengan pendekatan yang kedua, dimana pendidikan karakter tidak secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum formal, melainkan berlangsung alamiah dan sukarela, maka tugas madrasah menciptakan kondisi yang kondusif untuk teraktualisasinya nilai-nilai akhlak mulia dalam interaksi kehidupan di madrasah. Untuk hal ini maka komponen perangkat madrasah dalam hal ini Kepala Madrasah, Guru, Tata Usaha dan Komite Madrasah memegang peranan yang strategis.
Sumber : Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 6 November 2013

Demikian artikel mengenai Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Memahami Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah/Madrasah

On Kamis, Mei 21, 2015

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Sahabat Abdima,
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah/madrasah dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu :
  1. Pembelajaran (teaching);
  2. Keteladanan (modeling);
  3. Penguatan (reinforcing);
  4. Pembiasaan (habituating).
Efektivitas pendidikan karakter sangat ditentukan oleh adanya pembelajaran (teaching), keteladanan (modeling), penguatan (reinforcing), dan pembiasaan (habituating) yang dilakukan secara serentak dan berkelanjutan.

Adapun pendekatan yang strategis terhadap pelaksanaan ini melibakan tiga komponen yang saling terkait satu sama lain, yaitu :
  1. Sekolah/Madrasah/kampus;
  2. Keluarga, dan
  3. Masyarakat.
  • Ketika komponen sekolah/madrasah (kampus) sepenuhnya akan menerapkan dan melaksanakan nilai-nilai (karakter) tertentu (prioritas), maka setiap nilai yang akan ditanamkan atau dipraktikkan tersebut harus senantiasa disampaikan oleh para guru melalui pembelajaran langsung (sebagai mata pelajaan) atau mengintegraskannya ke dalam setiap mata pelajaran.
  • Nilai-nilai prioritas tersebut selanjutnya harus juga dimodelkan (diteladankan) secara teratur dan berkesinambungan oleh semua warga sekolah (kampus), sejak dari petugas parkir, petugas kebersihan, petugas keamanan, karyawan administrasi, guru, dan pimpinan sekolah.
  • Selanjutnya, nilai-nilai itu harus diperkuat oleh penataan lingkungan dan kegiataan-kegiatan di lingkungan sekolah (kampus). Penataan lingkungan di sini antara lain dengan menempatkan banner (spanduk-spanduk) yang mengarah dan memberikan dukungan bagi terbentuknya suasana kehidupan sekolah (kampus) yang berkarakter terpuji. Penguatan dapat pula dilakukan dengan melibatkan komponen keluarga dan masyarakat. Komponen keluarga meliputi pengembangan dan pembentukan karakter di rumah. Pihak sekolah (kampus) dapat melibatkan para orang tua untuk lebih peduli terhadap perilaku para anak-anak mereka. Sedangkan komponen masyarakat atau komunitas secara umum adalah sebagai wahana praktik atau sebagai alat kontrol bagi perilaku siswa dalam mengembangkan dan membentuk karakter mereka. Pihak sekolah (kampus) dapat melakukan komunikasi dan interaksi dengan keluarga dan masyarakat ini dari waktu ke waktu secara periodik.
  • Pembiasaan (habituation) dapat dilakukan di sekolah dengan berbagai cara dan menyangkut banyak hal seperti disiplin waktu, etika berpakaian, etika pergaulan, perlakuan siswa terhadap karyawan, guru, dan pimpinan, dan sebaliknya. Pembiasaan yang dilakukan oleh pimpinan, guru, siswa, dan karyawan, dalam disiplin suatu lembaga pendidikan merupakan langkah yang sangat strategis dalam mebentuk karakter secara bersama.
Ditulis Oleh : Ajat Sudrajat Dosen FIS UNY


Inilah Tahap-Tahap Pembentukan Karakter Siswa

On Kamis, Mei 07, 2015

Sahabat Abdima,
Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam sekejap dengan memberikan nasihat, perintah, atau instruksi, namun lebih dari hal tersebut. Pembentukan karakter memerlukan teladan/role model, kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan. Dengan demikian, proses pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang dialami oleh siswa sebagai bentuk pengalaman pembentukan kepribadian melalui mengalami sendiri nilai-nilai kehidupan, agama, dan moral.

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Menurut Ratna Megawangi, pendiri Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter, yakni :
  1. MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik;
  2. MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya;
  3. MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior.
Dengan melalui tiga tahap tersebut, proses pembentukan karakter akan menjadi lebih mengena dan siswa akan berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri. Terkait pilar pendidikan karakter, Ratna Megawangi mengungkapkan ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri siswa :
  1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaan-Nya;
  2. Kemandirian dan tanggung jawab;
  3. Kejujuran, bijaksana;
  4. Hormat, santun;
  5. Dermawan, suka menolong, gotong royong;
  6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras;
  7. Kepemimpinan, keadilan;
  8. Baik hati, rendah hati;
  9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan Kesembilan pilar karakter perlu diajarkan dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. 
Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadiengine yang selalu bekerja membuat orang mau selalu berbuat sesuatu kebaikan. Orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan acting the good berubah menjadi kebiasaan.

Dalam kegiatan proses pembelajaran, membentuk siswa berkarakter dapat dimulai dari pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Karakter yang akan dikembangkan dapat ditulis secara eksplisit pada RPP. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru perlu menetapkan karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan materi, metode, dan strategi pembelajaran.

Ketika guru ingin menguatkan karakter kerjasama, disiplin waktu, keberanian, dan percaya diri, maka guru perlu memberikan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran sehari-hari. Guru perlu menyadari bahwa guru harus memberikan banyak perhatian pada karakter yang ingin dikembangkan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Seperti kita ketahui bahwa belajar tidak hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saja, namun juga dapat menerapkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya yang mencerminkan keterampilan dan meningkatkan sikap positif.
Sumber : pendidikankarakter.com

Demikian artikel mengenai Inilah Tahap-tahap pembentukan karakter siswa, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Cara Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas

On Jumat, April 17, 2015

Sahabat Abdima,
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya.

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalo alat ukur pendidikan matematika jelas, kasih soal ujian jika nilainya diatas strandard kelulusan artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?

Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar mengukur keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda bertemu orang yang tersesat ditengah jalan dan tidak memiliki uang untuk melanjutkan perjalananya apa yang anda lakukan? Untuk hasil nilai ujian yang baik maka jawabannya adalah menolong orang tersebut, entah memberikan uang ataupun mengantarnya ke tujuannya.

Pertanyaan kami, apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan terjadi seperti teorinya? Seperti jawaban ujian? Lalu apa alat ukur pendidikan karakter? Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya, mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi.

Nah, kita dapat menentukan indikator jika dia memiliki perilaku yang baik saat guru menjelaskan, anggaplah mendengarkan dengan seksama, tidak ribut dan adanya catatan yang lengkap. Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.

Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif.

Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller (manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”.

Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah/madrasah.  Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan.

Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah/madrasah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah/madrasah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah/madrasah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah/madrasah dalam keseharian kegiatan di sekolah/madrasah.

Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah/madrasah dan lingkungan sekolah/madrasah dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat.

Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut.

Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.

Maka kuncinya sudah dipaparkan diatas, ada alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki, adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi. Ingat, Pendidikan karakter melalui sekolah/madrasah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Dan yang terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah/madrasah.
Sumber : pendidikankarakter.com

Demikian artikel mengenai Cara Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Madrasah Sebagai Solusi Bagi Pendidikan Karakter

On Selasa, April 14, 2015

Sahabat Abdima,
Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting di Indonesia selain pesantren. Keberadaannya begitu penting dalam menciptakan kader-kader bangsa yang berwawasan keislaman dan berjiwa nasionalisme yang tinggi. Salah satu kelebihan yang dimiliki madrasah adalah adanya integrasi ilmu umum dan ilmu agama.

Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola secara terstruktur dengan melibatkan komponen-komponen pendidikan seperti manajemen, biaya, sarana dan prasarana, kruikulum, peserta didik, dan pendidik. Madrasah dibangun sebagai wahana pendidikan formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik. Sebagai suatu sistem sosial, madrasah dapat dipandang sebagai organisasi yang interaktif dan dinamis, sebab di dalamnya terdapat sejumlah orang yang memiliki kepentingan yang sama (kepentingan penyelenggaraan pendidikan), tetapi kemampuan setiap individu pada komunitas itu memiliki potensi dan latar belakang yang berbeda.

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Madrasah merupakan salah satu bentuk lembaga Pendidikan Islam yang berfungsi merealisasikan cita-cita umat Islam yang mengharapkan anak-anaknya menjadi manusia yang berimtak dan beriptek.

Sebagai institusi pendidikan formal, Madrasah berperan dalam mempersiapkan siswa untuk dapat memecahkan masalah kehidupan masa kini dan masa datang dengan memaksimalkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Atas dasar tersebut diatas, maka madrasah wajib menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik dengan memperhatikan berbagai faktor penunjangnya. Dalam perkembangannya, madrasah yang tadinya hanya dipandang sebelah mata, secara perlahan-lahan telah berhasil mendapat perhatian dari masyarakat. Apresiasi ini menjadi modal besar bagi madrasah untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa.

Dalam konteks kekinian, sekarang ini banyak sekali madrasah-madrasah yang menawarkan konsep pendidikan modern. Konsep ini tidak hanya menawarkan dan memberikan pelajaran atau pendidikan agama. Akan tetapi mengadaptasi mata pelajaran umum yang diterapkan di berbagai sekolah umum. Kemajuan madrasah tidak hanya terletak pada sdm-nya saja, namun juga desain kurikulum yang lebih canggih, dan sistem manajerial yang modern. Selain itu, perkembangan kemajuan madrasah juga didukung dengan sarana infrastruktur dan fasilitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar-mengajar di madrasah.

Pendidikan yang berlandaskan ilmu-ilmu ke-Islam-an yang mampu mensinerjikan berbagai disiplin ilmu yang menghasilkan kemajuan baik dibidang ilmu pengetahuan itu sendiri, sosial, budaya, politik dan masih banyak lagi kemajuan yang ditimbulkan. dan pendidikan yang demikian bisa didapatkan dalam lingkup madrasah sehingga akan terbentuk karakter-karakter siswa yang moderat dan islami.

Demikian artikel mengenai Madrasah Sebagai Solusi Bagi Pendidikan Karakter, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Mengapa Guru Perlu Menanamkan Pendidikan Karakter Pada Siswa ?

On Jumat, Maret 20, 2015

Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah

Sahabat Abdima,
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah/madrasah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Seperti yang kami baca pada situs Inspired Teacher (www.inspiredteacher.net), bahwa di sekolah/madrasah, guru perlu mengajarkan pendidikan karakter karena beberapa alasan diantaranya :

Pertama,
Siswa tidak selalu mendapatkan pendidikan karakter di rumah.
Sebenarnya pendidikan karakter merupakan tugas orang tua, karena karakter pertama kali diajarkan dalam lingkungan keluarga. Orang tua yang ingin anaknya memiliki karakter yang baik dan kuat harus bersedia menyediakan waktu, energi, pikiran, dan materi untuk mewujudkannya. Namun, terkadang orang tua sibuk bekerja dan tidak berkesempatan menghabiskan waktu bersama anak.

Selain itu, anak yang bersekolah sampai sore dan memiliki kegiatan sesudah pulang sekolah, membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu dengan guru daripada dengan orang tua.

Kedua,
Pendidikan karakter membangun hubungan baik.
Ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, hubungan yang baik terjalin diantara mereka di ruang kelas. Hubungan ini tidak hanya sangat bermanfaat baik secara social mapun personal, namun juga meningkatkan manajemen ruang kelas

Ketiga,
Pendidikan karakter menciptakan lingkungan disekolah/madrasah yang positif.
Dalam pembelajaran di kelas, kegiatan diskusi dan kegiatan lain membuat sekolah/madrasah menjadi memiliki atmosfer positif. Siswa berinteraksi dengan teman sebaya, dan hubungan siswa-guru semakin menguat. Pendidikan karakter memungkinkan guru untuk berbagi pengalaman hidup.

Keempat,
Pendidikan karakter itu mudah dilakukan.
Pendidikan karakter tidak harus menghabiskan waktu beberapa jam di kelas. Namun, dapat dilakukan sebelum jam pembelajaran ataupun selama beberapa menit di awal pembelajaran untuk mendiskusikan hal-hal menarik dan mutakhir, ataupun juga dapat dengan melakukan kegiatan pembiasaan diri.

Kelima,
Pendidikan karakter dapat mengubah dunia.
Siswa/anak akan menjadi orang dewasa di masa depan. Mereka akan membentuk masyarakat. Memang penting bagi mereka untuk menjadi lulusan yang berpendidikan tinggi, namun yang lebih penting lagi adalah nilai bahwa mereka akan menjadi warga Negara yang hidup di dunia dalam keramahan, saling menghormati, bekerjasama dengan orang lain.

Yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan karakter di sekolah/madrasah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.

Demikian sedikit catatan mengenai Mengapa Guru Perlu Menanamkan Pendidikan Karakter Pada Siswa ? semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah