Prospek Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP) Pada Madrasah

On Senin, November 07, 2016

Sahabat Abdima,
Fasilitas pembiayaan Pendidikan di Indonesia, sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional setiap warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Sebagaimana pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP) Pada Madrasah

Amanat undang-undang tersebut, secara otomatis Kementerian Agama wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik di jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah ( MTs ), Madrasah Aliyah ( MA ) dan Pondok Pesantren Salafiyah ( PPS ). Dalam perkembangannya BOS dan BSM yang sekarang di ubah menjadi Program Indonesia Pintar ( PIP ) mengalami peningkatan baik dalam nominal, kuota maupun proses atau mekanisme pencairannya. Hal inilah merupakan bukti nyata bahwa Kementerian Agama bersungguh-sungguh dalam berikhtiyar meningkatkan kualitas pendidikan.

BOS dan PIP adalah termasuk program prioritas pemerintah yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan yang bermutu. Dan meminimalisir adanya peserta didik yang drop out, meningkatkan partisipasi pendidikan dasar dan menengah, menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin, laki-laki dan perempuan, antara wilaya kota dan wilayah pedesaan.

Adapun prospek BOS dan PIP bagi madrasah adalah sangat dibutuhkan karena BOS adalah merupakan ruhnya madrasah sedangkan PIP adalah suplemennya siswa. Tak ayal apabila terjadi keterlambatan diantara keduanya terutama keterlambatan penyaluran dana BOS pada Madrasah maka dampaknya sangat begitu dirasakan oleh Madrasah.

Oleh karenanya agar BOS dan PIP pada Madrasah dapat berjalan dengan lancar dan mendapat kepercayaan dari masyarakat, maka pengelolaannya harus profesional, transparan dan akuntabel, mulai dari tingkat pembuat kebijakan hingga tingkat pelaksana kebijakan yakni pengelola dana BOS pada kementerian agama kabupaten/kota dan pada madrasah sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan madrasah.


Potret Buram Madrasah Saat Ini, Struktur Kurikulum Di Tentukan Oleh Aplikasi Bukan Oleh Menteri

On Senin, Maret 28, 2016

Sahabat Abdima,
Struktur Kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesui dengan beban belajar yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan.

Potret Buram Madrasah, Struktur Kurikulum Di Tentukan Oleh Aplikasi Bukan Oleh Menteri

Pada setiap Kurikulum yang pernah ada di Indonesia, sepengetahuan kami struktur kurikulum telah ditentukan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) untuk mata pelajaran umum dan Peraturan Menteri Agama (PMA) untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab Pada Madrasah. Ambil contoh penerapan kurikulum 2006/KTSP, Struktur kurikulum pada Sekolah telah ditetapkan pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, begitu pula untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah sangatlah jelas tertera pada Permenag/PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.

Begitu pula pada saat penerapan kurikulum 2013, struktur kurikulumpun telah ditetapkan oleh pemerintah baik untuk mata pelajaran umum maupun mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah meskipun pada akhirnya hanya sebagian madrasah yang dapat melanjutkan kurikulum 2013 dan sebagian madrasah lainya harus kembali menggunakan kurikulum 2006 (KTSP).

Kembalinya Madrasah mengunakan kurikulum KTSP pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 tidak serta merta dapat mengunakan struktur kurikulum KTSP yang telah ada sebelumnya hal tersebut dikarenakan telah diterbitkanya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 207 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah diluar sasaran pendampingan, harus kembali menerapkan kurikulum 2006 (KTSP) untuk mata pelajaran umum dan tetap menerapkan Kurikulum Madrasah 2013 untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab dengan mengacu pada KMA Nomor 165 Tahun 2014. Namun sungguh sangat disayangkan KMA 207 Tahun 2014 yang menegaskan adanya pemberlakuan 2 kurikulum pada Madrasah tersebut tidak disertai dengan jelas bagaimana bentuk struktur kurikulumnya.

Seiring dengan pengembangan program SIMPATIKA Pada semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 dimana salah satu program yang dikembangkan adalah adanya cetak SKMT (Surat Keterangan Melaksanakan Tugas) dan SKBK (Surat Keterangan Beban kerja) berbasis online berdasarkan isian jadwal mengajar maka SIMPATIKA dengan susah payah mencoba memahami struktur kurikulum dan yang sesuai dengan isi KMA 207 tahun 2014 untuk menentukan Jumlah Tatap Muka (JTM) setiap Mata Pelajaran dan batasan maksimal Total JTM yang berlaku pada setiap tingkat rombel/kelas di seluruh jenjang MI, MTs, dan MA.

Jika pada akhinya Jumlah Tatap Muka (JTM) setiap Mata Pelajaran dan batasan maksimal Total JTM yang tertuang dalam struktur kurikulum yang telah dirilis oleh SIMPATIKA dijadikan acuan dalam cetak SKMT dan SKBK bagi guru Madrasah sehingga akan menentukan layak dan tidaknya guru Madrasah tersebut mendapat tunjangan maka hal ini menurut kami merupakan potret buram bagi Madrasah karena struktur kurikulum ditentukan oleh aplikasi atau atas dasar pemahaman SIMPATIKA padahal belum tentu pemahaman ini benar dan jika atas dasar pemahaman sangat mungkin juga terdapat pemahaman yang berbeda.

Oleh karena pemberlakuan 2 kurikulum yang ditegaskan dalam KMA 207 tahun 2014 tidak disertai lampiran yang pasti mengenai bagaimana bentuk struktur kurikulumnya, maka untuk mengatasi berbagai pemahaman yang berbeda serta untuk dasar hukum yang pasti yang akan digunakan oleh SIMPATIKA dalam menentukan Jumlah Tatap Muka (JTM) setiap Mata Pelajaran dan batasan maksimal Total JTM, maka menurut kami seharusnya ada regulasi penjelas baik Peraturan Menteri maupun Surat Keputusan Ditjen Pendis yang mencantumkan struktur kurikulum sesuai dengan apa yang dimaksud pada KMA 207 tahun 2014.

Demikian info mengenai Potret Buram Madrasah, Struktur Kurikulum Di Tentukan Oleh Aplikasi Bukan Oleh Menteri, mohon maaf jika apa yang kami tulis ini ada salah dan kurang berkenan dihati, kami berharap semoga catatan ini ada manfaatnya._Abdi Madrasah

(Mencoba) Memahami Dasar Hukum Pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Madrasah

On Senin, Februari 08, 2016

Sahabat Abdima,
Sebagai bagian dari Madrasah akan lebih baik jika kita berusaha memahami segala sesuatu yang ada hubunganya dengan Madrasah, terutama yang menyangkut kebijakan pemerintah dan segala regulasi yang berhubungan dengan Madrasah yang salah satunya regulasi yang mengatur tentang Pengawas Madrasah.

Kami sadar betul bahwa kami bukanlah Pengawas Madrasah, melainkan hanyalah seorang guru Madrasah dan jika dilihat dari tingkat kepentingannya maka bisa dibilang informasi ini tidaklah begitu penting bagi Guru Madrasah namun tidak ada salahnya dan kiranya tidak berdosa jika sebagai Guru Madrasah kita juga mengetahuinya.

Dasar Hukum Pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Madrasah

Mungkin diantara rekan-rekan sesama Abdi Madrasah ada yang masih ingat bahwa pada beberapa hari yang lalu kami pernah berbagi informasi dimana saat ini telah ada payung hukum adanya pembentukan Kelompok kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada Madrasah. Jika kebetulan belum membaca informasi tersebut silahkan buka tautan dibawah ini :
Berdasar informasi diatas, ada rekan Abdi Madrasah yang menulis sebuah komentar yang berbunyi : " Payung Hukum Kelompok Kerja Pengawas tolong dikasih jika ada Ustadz ". Oleh karena itu pada kesempatan kali ini meskipun dalam kapasitas sebagai Guru Madrasah kami akan (Mencoba) Memahami Dasar Hukum Pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Madrasah.

Kelompok Kerja Pengawas yang selanjutnya disebut Pokjawas adalah wadah kegiatan pembinaan profesi untuk meningkatkan hubungan kerjasama secara koordinatif dan fungsional antar pengawas di lingkungan Kementerian Agama.

Dasar hukum pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (POKJAWAS) ternyata sudah ada jauh sebelum adanya payung hukum pembentukan Kelompok kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada Madrasah, dimana dasar hukum tersebut sudah ada sejak tahun 2012 tepatnya pada Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah yang telah mengalami perubahan dengan ditebitkanya Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengawas Madrasah dan pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah.

Berikut kutipan PMA Nomor 31 Tahun 2013 yang mengatur tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (POKJAWAS) yakni pada Bab X Peraturan tersebut :
BAB X
POKJAWAS
Pasal 16
(1) Dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kinerja Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah, serta efektifitas pengawasan dibentuk Pokjawas tingkat Nasional, tingkat Provinsi, dan tingkat Kabupaten/kota.
(2) Pokjawas tingkat Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Pokjawas tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
(4) Pokjawas tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Pasal 17
(1) Pertemuan Pokjawas tingkat Nasional diselenggarakan paling kurang sekali dalam setahun untuk menyiapkan masukan kepada Menteri, tentang kebijakan penyelenggaraan pendidikan Madrasah dan PAI pada Sekolah.
(2) Pertemuan Pokjawas tingkat Provinsi diselenggarakan paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun untuk menyiapkan masukan terhadap kebijakan teknis penyelenggaraan pendidikan Madrasah dan PAI pada Sekolah di Provinsi masing-masing.
(3) Pertemuan Pokjawas tingkat Kabupaten/Kota diselenggarakan setiap bulan untuk menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pengembangan profesionalitas Pengawas Madrasah dan PAI pada Sekolah. 
Pasal 18
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, Pokjawas dapat menerima bantuan biaya dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Selain mengatur mengenai pembentukan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) sebagaimana pada Bab dan pasal-pasal diatas, PMA Nomor 2 Tahun 2012 yang telah diubah dengan PMA Nomor 31 Tahun 2013 juga telah mengatur banyak/berbagai hal penting terkait dengan Pengawas Madrasah dan pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah.

Selengkapnya untuk dipelajari silahkan download PMA Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah dan PMA Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah dengan cara klik tautan dibawah ini :
PMA Nomor 2 Tahun 2012 dan PMA Nomor 31 Tahun 2013

Demikian info mengenai (Mencoba) Memahami Dasar Hukum Pembentukan Kelompok Kerja Pengawas Madrasah, mohon maaf jika pemahaman kami ada kurang benarnya, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

PMA Nomor 60 Tahun 2015, Payung Hukum KKG Dan MGMP Pada Madrasah

On Rabu, Januari 27, 2016

Sahabat Abdima,
Sedikit berbeda dari biasanya, pada posting kali ini akan kami awali dengan sebuah cerita yang kebetulan ada hubunganya dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada Madrasah.

PMA Nomor 60 Tahun 2015, Payung Hukum KKG Dan MGMP Pada Madrasah

Pada suatu kesempatan dalam sebuah pertemuan kami pernah mendengar sebuah kalimat yang sontak membuat kami penasaran akan kebenaran kalimat tersebut. Kalimat yang kami maksud adalah "Belum ada payung hukum bagi Madrasah untuk membentuk dan melaksanakan KKG dan MGMP"

Benarkah kalimat diatas?
Untuk mengetahui benar dan atau tidaknya kalimat tersebut kami mencoba melakukan penulusuran di dunia maya mengenai KKG dan MGMP pada Madrasah. Dari penelusuran yang kami lakukan Alhamdulillah begitu banyak web/blog KKG dan MGMP pada Madrasah yang memadati dunia maya, namun dari sekian web/blog KKGMI tak satupun kami menemukan adanya peraturan dari Kemenag, Ditjen Pendis maupun Direktorat Pendidikan Madrasah yang mendasari atau payung hukum adanya pembentukan KKG dan MGMP pada Madrasah.

Lantas selama ini adanya KKG dan MGMP pada madrasah dasarnya apa?
Anggap saja kami yang belum menemukan jawabanya.

Ditengah-tengah pencarian yang tak pernah tahu akan ujungnya, rupanya kementerian Agama telah menyiapkan jawabanya dan jawaban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) yang baru-baru ini telah dipublikasikan yakni PMA Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah.

Jika pada PMA Nomor 90 Tahun 2013 pasal 47 hanya mengatur adanya pembentukan Kelompok Kerja Madrasah (KKM), pada PMA Nomor 60 Tahun 2015 ini diantara pasal 47 dan pasal 48 telah disisipkan adanya penambahan 2 (dua) bagian yakni bagian Keempat dan Bagian Kelima serta 2 (dua) pasal yakni pasal 47A dan pasal 47B, yang berbunyi sebagai berikut :
Bagian Keempat
Kelompok Kerja Guru
Pasal 47A
(1) Guru RA/MI dapat membentuk Forum Kelompok Kerja Guru (KKG).
(2) KKG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada tingkat satuan pendidikan madrasah, kecamatan, dan kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai KKG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Musyawarah Guru Mata Pelajaran
Pasal 47B
(1) Guru MTs/MA/MAK dapat membentuk Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
(2) MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada tingkat satuan pendidikan madrasah, kecamatan, dan kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Mudah-mudahan dengan telah diterbitkanya payung hukum akan keberadaan KKG dan MGMP Pada Madrasah ini dapat lebih mamacu semangat rekan-rekan Guru Madrasah untuk lebih bergairah dalam melaksanakan kegiatan KKG maupun MGMP dan semoga Direktorat Pendidikan Madrasah secepatnya dapat menerbitkan panduan yang lebih mendetail mengenai pembentukan dan pelaksanaaan KKG dan MGMP pada Madrasah ini.

Selengkapnya mengenai PMA Nomor 60 Tahun 2015, Dan sekaligus jika belum memiliki PMA Nomor 90 Tahun 2013, kedua PMA tersebut silahkan unduh DISINI

Demikian info mengenai PMA Nomor 60 Tahun 2015, Payung Hukum KKG Dan MGMP Pada Madrasah, mohon maaf jika ada salah dan kata-kata yang kurang berkenan, semoga ada manfaatnya._Abdi Madrasah

Inpassing Guru Madrasah, Antara Harapan, Bayangan Dan Kenyataan

On Rabu, Januari 20, 2016

Sahabat Abdima,
Pada beberapa hari terakhir ini mungkin anda telah melihat ataupun membaca informasi tentang inpassing bagi guru Madrasah, hal tersebut seiring dengan telah diterbitkanya Surat Edaran Ditjen Pendis Kemenag RI Nomor : DJ.I.I/2/HM.01/64/2016 pada tanggal 14 Januari 2016. Inti Pokok dari Edaran Ditjen Pendis tersebut antara lain :
  1. Inspektorat Jenderal telah membentuk Tim Audit program Inpassing Guru Madrasah Bukan Pegawai Negeri Sipil tahun 2016;
  2. Audit yang dimaksud akan dilaksanakan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dimulai pada tanggal 18 Januari 2016 dan diperkirakan sampai dengan tanggal 29 Januari 2016;
  3. Berkenaan dengan 2 poin diatas, dimohon agar segera berkoordinasi dengan Kantor Kementerian Agama Kab/Kota dan Kepala Madrasah di wilayah masing-masing untuk segera mempersiapkan seluruh dokumen fisik yang berkenaan dengan kelengkapan persyaratan pencairan tunjangan profesi guru bukan PNS;
  4. Kriteria guru bukan PNS yang akan direview dokumennya adalah guru madrasah lulusan sertifikasi guru (sampai Desember 2014) dan sudah menerima SK Inpassing;
  5. Selanjutnya guru Madrasah sebagaimana yang terdapat pada poin 4 agar segera melakukan update dengan melengkapi direktori dasarnya secara mandiri melalui SIMPATIKA terutama pada fiture Inpassing.
Impassing Guru Madrasah, Antara Harapan, Bayangan Dan Kenyataan

Mencermati isi surat tersebut serasa menghadirkan kembali harapan akan adanya Inpasiing bagi Guru Madrasah Bukan Pegawai Negeri Sipil yan selama ini seakan tertutup oleh mendung ataupun bak terselimuti oleh kabut hitam. Kenapa demikian? karena dengan adanya surat ini maka SK Inpassing GBPNS Guru Madrasah yang tadinya tidak tahu entah dimana keberadaanya, kini mulai tampak dan mulai dibagikan kepada rekan-rekan Guru Madrasah. Bahkan mungkin juga ada diantara rekan-rekan yang sudah lupa jika dulu pernah mengajukannya.

Tidak hanya menghadirkan Harapan, dengan telah dibagikanya SK Inpassing, tentu pula menghadirkan bayangan akan adanya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi Guru yang menerimanya karena tujuan Inpassing adalah untuk menetapkan jabatan fungsional bagi Guru yang berstatus sebagai Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) yang kemudian sebagai acuan dalam menentukan jumlah besaran tunjangan profesi guru (TPG) yang akan diterima sebagiamana telah diuraikan dalam PMA Nomor 43 Tahun 2014 pada Bab III Mengenai Besaran Tunjangan Profesi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS).

Sebagaimana telah tertulis dengan jelas pada PMA Nomor 43 Tahun 2014 Bab III Pasal 6 ayat 1 bahwa :
Tunjangan profesi bagi GBPNS yang telah memiliki jabatan fungsional guru diberikan setara dengan gaji pokok PNS pada pangkat, golongan, jabatan, dan kualifikasi akademik yang sama sesuai dengan penetapan inpassing jabatan fungsional guru yang bersangkutan
Mungkin perlu juga dibaca :

Kita semua berharap agar Inpassing bagi Guru Madrasah ini tak lagi cuma harapan, tak lagi hanya dalam bayangan akan tetapi segera menjadi kenyataan, oleh karena itu usaha dan do'a harus terus senantiasa dilakukan. Usaha nyata didepan mata yang perlu dilakukan adalah melaksanakan point 5 edaran Ditjen Pendis sebagaimana diuraikan diatas yakni segera melakukan update dengan melengkapi direktori dasarnya secara mandiri melalui SIMPATIKA terutama pada fiture Inpassing dan mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan jika diminta oleh Kemenag Kab/Kota.

Selanjutnya mudah-mudahan Allah SWT memudahkan jalanya proses Inpassing Guru Madrasah, semoaga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan kekuatan bagi para pemimpin-pemimpin kita, para pejabat teras pada Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Madrasah, karena kami yakin mereka telah berupaya keras melaksanakan program Inpassing Guru Madraah ini, kami yakin, mereka juga ingin sekali agar Inpassing Guru Madrasah ini segera menjadi kenyataan dan kami yakin, mereka juga sangat ingin melihat para Guru Madrasah lebih sejahtera.

Demikian sedikit catatan tentang Inpassing Guru Madrasah, Antara Harapan, Bayangan Dan Kenyataan, mudah-mudahan ada manfaatnya dan jika ada yang kurang berkenan kami mohon agar dimaafkan._Abdi Madrasah

The Characteristics of Madrasah Education

On Rabu, November 11, 2015

Companions Abdima,
Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), and Madrasah Aliyah (MA) includes formal education which implementation is managed by the ministry of religion, but the curriculum is integrated with the national education curriculum, resulting in madrasah least reduced (if not arguably lost) religious spirit. However madrasah worth declared successful in character education, proved up to now one has never happened brawl among students in the madrasah, or among students of madrasah with students of other schools.

The Characteristics of Madrasah Education

Reality shows that the practice of national education curriculum created and arranged in such a way even been refined many times, not only failed to show a human figure with a personality intact, even it is difficult to imagine its realization. Once the moral depravity and mental widespread and rampant, then realize that moral education has been done over the justification of political education oriented towards any interpretation that was born on the blessing of the ruling regime and stop the realm of cognition.

Moral development efforts aimed at improving human dignity in accordance with the ideals contained in the national legislation has been ruled out and become short of expectations. Educational success quantitatively based on the theory of Benjamin S. Bloom (1956), known by the name of the Taxonomy of Educational Objectives, which includes three domains, namely cognitive, affective and psychomotor. Nevertheless, the success of the output (graduate) education is a cognitive success. As evidence, learners who seldom pray, never fasting, may be able to answer test questions religious subjects well and can pass and he can also be accepted at the level of higher education.

As with the outcome (performance) of a madrassa alumnus, however, the value of report cards and exam results, the inherent religious moral attitudes and behavior will become a benchmark for the success of the educational institution where he studied. That's why the successful outcome of affective and psychomotor called success. For madrasah education institutions, two standards of success (output and outcome) that includes three domains taxonomy of educational objectives, can not be separated, because the Madrasah educate mental intelligence, emosial, intellectual spiritual side. That's a plus madrasah than public schools that emphasize coaching intellectual intelligence (cognitive aspect) only.

The emergence of regional autonomy and decentralization in education, which aims to provide opportunities for learners to acquire the skills, knowledge, and attitudes that can contribute to society, not surprising madrasah managers. Madrasah also survive in conditions of rapid changes in the curriculum, because life madrasah "imitation" to the national curriculum. Decentralized management authorizes the school to implement PMB conditioned as the need for local needs. Thus, the madrasah get more fresh air to be able to exist in regulating the activity without the intervention of the central government in order to achieve improved quality of education.

Through the process of teaching and learning that is based on local needs, the curriculum is not burdened with any other material that actually have or even irrelevant to the improvement of knowledge and skills of students in these levels. The effectiveness of teaching and learning processes are expected to be achieved resulting in higher academic achievement. Here, madrasah emerged as educational institutions seeking to establish a paradigm and system integration of educational attainment of intellectual competence and moral competence.

Madrasah has its own character, related to the history and development that is emerging very accentuate the value of religious communities which stems from Islamic madrasah; reformist zeal which developed madrasah reforms undertaken Muslim community in response to concerns over the speed of the development of Dutch schooling that will be lead to secular thought in society.

From the religious character can be developed into obedient character, discipline, responsibility, honesty, trust, respect for diversity, democracy, respect for the opinions and work of others, as well as open, while the character can be developed into a character reformist spirit of learning, creative, innovative, hard working, think positive, spirited entrepreuneur, sportsmanship, patriotism, national paradigm, global perspective, independent, working together, sosial spirited and confident.

The character education in schools, all of the components (stakeholders) should be involved, including the components of education itself, ie the curriculum, learning and assessment, quality of relationships, handling or management subjects, school management, the implementation of the activities or co-curricular activities, empowerment infrastructure, financing, and work ethic of all citizens and the school environment.

Character education is not just a complete and comprehensive form students to be smart and well personally, but also mold them into good actors for change in her own life, which in turn will donate the change in the social order to be more fair, kind, and humane.

Thus a notes of The Characteristics of Madrasah Education, Hope it is useful._Abdima

Madrasah Must Be Laboratory Of Religious Education

On Kamis, Oktober 15, 2015

Companions Abdima,
Pesantren and madrasah is the root of education in Indonesia. Pesantren and madrasah have produced many leaders in the field of education, religion (scholars), statesman even hero, so it can not be denied the role and contribution to the character with establishment of the Nation, such as Wahid Hashim, Hamka, Hasyim Muzadi, Mahfud MD.

Madrasah Must Be Laboratory Of Religious Education

In the contemporary context, encountered symptom of moral decline that is really worrying, such as fraud, deceit, oppression, and harm each other, even fight each other which not only affects adults but also among the students, as a generation, have tarnished the credibility of the education.

It was time for madrasah to act more minimizing the deterioration of the nation and mankind in general, as well as the role of madrasah Baitul Hikmah during the golden age of Islam, which has contributed greatly to progress Islam. This role should be transferred by madrasah to be applied at this time, so it is going to become a laboratory of religion education and research center of scientific activity, which gave the intellectual leaders in various disciplines.

Similarly madrasah expected to be part of the center of excellence. Madrasah is an islamic educational institution or public institution that has Islamic characteristics. It become one of role model for Muslims. The functions and duties of madrasah are to realize the ideals of Muslims and to build a generation of people who believe, bookish knowledge and global perspective, in order to achieve world peace and the life hereafter.